Haywa amuja bebanten, kalangkahin tajeg Sang Hyang Aditya asuk juga kawengania, apan yan tajeg Sang Hyang Surya, Dewata amoring swarga.
(Petikan Lontar Sunarigama)
Maksudnya: Janganlah mengaturkan bebanten (Kuningan) setelah lewat tengah hari. Kalau sampai lewat tengah hari maka para Dewata telah kembali ke sorga.
Perayaan Kuningan dilakukan pagi hari karena hari raya tersebut adalah simbol hari anugerah Tuhan atas perjuangan umat menegakkan dharma yang disimbolkan dengan prosesi perayaan Galungan. Menurut ketentuan Bhagawad Gita XVII.20 bahwa anugerah atau pemberian suci itu harus diberikan berdasarkan desa kala patra. Desa artinya berdasarkan pertimbangan aturan rokhani setempat. Kala maksudnya anugerah itu diberikan saat waktu yang disebut Satvika Kala. Patra menurut Sarasamuscaya 271 adalah orang yang sepatutnya diberikan Daana Punia (Patra ngarania sang yogia wehana dana).
Pagi adalah tergolong waktu yang disebut Satvika Kala artinya hari yang tenang dan baik melakukan pekerjaan mulia seperti memberi atau menerima Daana Punia. Hal inilah yang menjadi dasar mengapa Lontar Sunarigama menentukan bahwa upacara Kuningan harus dilakukan Sebelum matahari tegak atau sebelum tengah hari. Mereka yang dapat waranugraha saat Kuningan adalah mereka yang Patra artinya mereka yang baik yang berjuang meningkatkan diri berdasarkan dharma. Mereka yang berjuang itu disimbolkan dengan menghaturkan banten Tebog atau Selanggi pada hari raya Kuningan, di samping sudah melakukan prosesi Galungan sebelumnya. Banten Tebog dan Selanggi tersebut melambangkan perjuangan ke arah yang semakin baik dan benar menuju jalan Tuhan.s sumber, (https://hanyaadadibali.wordpress.com/2012/02/07/hari-raya-kuningan-2/#content)