30 August 2016

KENAPA PANDITA MPU TAK BOLEH MUNGGAH DI PURA DASAR BHUWANA GELGEL, INI PENJELASAN DARI IDA PANDITA MPU JAYA PREMA ANANDA


Balibangol news,-Sebelumnya di media sosial ramai diperbincangkan mengenai larangan bagi Ida Pandita yang tidak diijinkan untuk muput di Bale Pemiyosan di Pura Dasar Bhuwana Gelgel. Pada saat itu Ida Pandita tidak diijinkan oleh salah seorang pemangku di Pura itu.

Kali ini penjelasan mengenai Pura Dasar Bhuwana Gelgel datang dari Ida Pandita Mpu Jaya Prema Ananda, hal ini terlihat dari postingan di akun facebooknya yang menulis,

” RAME SOAL SULINGGIH DI PURA DASAR BHUWANA
(Postingan di bawah ini sudah diunggah di FB yang normal terpecah jadi 3 postingan mengomentari sebuah video yang mempertanyakan kenapa Pandita Mpu tak boleh munggah di Pura Dasar Bhuwana. Saya jadikan satu di halaman ini, semoga ada manfaatnya. Tujuannya, mari kita tak usah ribut2 soal “ngaturang bhakti”. Kalau ada pendapat lain, silakan, maklum ini kasus sudah sangat lama, mungkin informasi ada berbeda).

Pura Dasar Bhuwana awalnya sekali dibangun oleh Mpu Dwijaksara pada tahun Saka 1189 atau tahun 1267 Masehi untuk memuja kawitan pasek (ratu pasek) Mpu Gana. Oleh Dalem Gelgel Sri Swara Kepakisan dimohon apakah pura ini bisa dijadikan Pura Kerajaan. Dizinkan maka pada tahun 1380 diperbesar (dipugar/renovasi) dan resmi jadi pura kerajaan dengan nama Pura Dasar Bhuwana Gelgel. Karena dijadikan pura kerajaan maka di sana dibuatkan penyungsungan dua warga baru, jadilah Penyungsungan Tri Warga. Yakni selain Pasek ditambah Satria Dalem dan Pande. Kemudian di era Danghyang Nirartha pada tahun 1489 Masehi (1411 Saka) Pura Dasar Bhuwana itu ditambah lagi Penyungsungan warga Brahmana Ciwa. Maka sejak itu sampai kini di pura itu ada penyungsungan Catur Warga.

Nah, kenapa sulinggih/Pandita Mpu justru tak boleh munggah di pemiosan, itu kejadian jauh setelah Indonesia Merdeka. Konon (ini belum penelitian formal, silakan dicari sumbernya) di pura itu dibangun pemiosan. Secara letak dan tata linggih pura, tentu saja pemiosan diletakkan di tengah2 jeroan, nah pas itu didepan penyungsungan Brahmana Siwa dan Pande. Penyungsungan Ratu Pasek Mpu Gana, karena paling awal dibangun dan ketika jeroan kecil, letaknya di sudut tidur dekat Kori Agung. Letaknya “nyempil” tak mungkin membuat pemiosan di depan itu karena akan sulit orang lalu lalang. Untuk apa satu jeroan ada dua pemiosan (atau malah empat) tentu aneh, kenapa tak dibuat satu untuk semua sulinggih. Pemikiran awalnya begitu.

Entah apa yang terjadi kemudian, karena letak dan karena Pedanda Brahmana Ciwa jauh lebih banyak di Bali (ingat, Pandita Mpu itu justru dilahirkan oleh Ida Pedanda di Griya Kutri, jangan lupa warga pasek akan sejarah ini, kita harus tetap hormat kepada Ida Pedanda) maka tentu saja pemiwosan itu lebih banyak digunakan oleh Ida Pedanda. Lama-lama hal ini dijadikan “tradisi”, seolah-olah pemiwosan itu hanya untuk Ida Pedanda, padahal saat ini Pandita Mpu sudah banyak ada. Ini sudah pasti dari pengaruh “Kasta Yang Salah Kaprah” — baca buku “Kasta Kesalahpahaman Berabad-abad”.

Apa jalan keluar sekarang, kalau hal ini dianggap “diskriminasi” (padahal dalam meyadnya tak ada istilah diskriminasi, karena Tuhan Maha Tahu, biarpun memuja sambil nyelempoh yang penting tulus dan suci, pasti UTAMA).Mari kita bicarakan baik2 dengan pengempon, dengan pewaris kerajaan (kalau dianggap ada) dan pihak2 terkait. Kalau itu buntu karena semua pihak berpegang pada “tradisi” padahal tradisi itu bukan dari rentang waktu awal, saya sarankan untuk MENGALAH. Cara mengalah adalah, mari kita warga pasek menabung untuk urunan, siapa tahu suatu saat kelak, entah lima tahun lagi atau sepuluh tahun lagi, bisa membeli lahan di sekitar situ. Kita bangun pura baru sebagai Penyungsungan Ratu Pasek Mpu Gana, nah, di sana kita bebas melakukan pemujaan sesuai dengan yang kita inginkan. Yang penting tetap ada Catur Parahyangan Warga Pasek (Lempuyang Madya, Pedharman Besakih, Silayukti, dan Ratu Pasek Mpu Gana — yang kini “nyempil” di Pura Dasar Bhuwana). Mari kita berpikir jernih, positif dan menghindari konflik. Mengalah untuk kebaikan dan kebenaran pasti mendapat anugrah Hyang Widhi. Ini pemujaan ke leluhur, kita harus santun. Suksma.”



sumber: facebook Ida Pandita Mpu Jaya Prema Ananda(http://www.daerahbali.com/2016/08/kenapa-pandita-mpu-tak-boleh-munggah-di-pura-dasar-bhuwana-gelgel-ini-penjelasan-dari-ida-pandita-mpu-jaya-prema-ananda/)

4 comments:

  1. Soroh Ida Bagus dan Ida Ayu harus sadar Leluhur/Bhatara Kawitan mereka adalah Mpu Baradah yaitu bungsi dari Panca Rsi yaitu Mpu Gnijaya, Mpu Semeru, Mpu Gana, Mpu Kuturan, dan Mpu Baradah. Sedangkan Mpu Gnijaya menurunkan Sapta Rsi. Kualat saudara jika melecehkan keturunan Kakak Tertua dari Mpu Baradah (Bungsu). Brahmana bukan dilahirkan secara fisik tetapi karen Dwijati. Siapa saja bisa dan mampu menjadi Brahmana melalui Dwijati. Marilah kita sadar bahwa kita bersaudara karena Leluhur kita Bersaudara (Panca Rsi) janganlah saling melecehkan dan deskriminatif. Ingat kita golongan minoritas marilah kita bersatu. Hijrah dari perpecahan ke persatuan, hijrah dari deskriminasi ke bersamaan (JokoWi Presiden RI). Terimakasih.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ampura,, dari peristiwa trsebut, dimananya "soroh ida bagus dan ida ayu" yg anda sebut itu melecehkan??

      Delete
    2. Baru baca, meskipun kasus lama.
      Sya sangat tdk setuju dgn pendapat diatas. Sya juga keturunan pasek, sedikit urun rembug harusnya lihat sastra.

      Sekarang ini cenderung sulinggih semau gue, lupa dgn tatanan, sesana atau etika yg berlaku.

      Kalau kita lihat sastra, bale piyasan atau bale pawedan adalah bale tempat/linggih ngeragaan ciwa, bodha atau bujangga.

      Jadi kapan sulinggih ngeragaan ciwa, bodha atau bujangga adlah saat bale ini akan dipakai sulinggih muput karya.

      Kapan acra muput karya, adlah saat ada upcra dimana manggala pura atau manggala karya menunjuk/meminta sang pemuput. Saat inilah baru boleh sulinggih munggah ring bale pawedan.

      Diluar acra/tatanan ini, mestnya sulinggih manapun (baik itu pedande, mpu, dll) tidak boleh mepuja diatas.
      Ini baru berlaku umum, setara utk semua sulinggih.

      Kalau ada sulingih, siapapun datang (pedande, mpu, dll) ingin ngaturan puja harusnya dibawah. Karena diluar tatanan diatas.

      Inilah mestnya yg dipakai, sesuai ketentuan sastra...

      Suksema

      Delete
  2. Ampure tiang sareng komen nggih...
    Ke pertama kita harus, fahami secara utuh sejarah dari Pura Dasar Bhuwana Gelgel shg tdk bias menurut versi masing masing.
    Tiang sebagai warih Gde Bendesa Gelgel juga prihatin dgn polemik ini.
    Belakang tiang juga mohon kepada Ida Mpu Gana agar dapat memberikan gambaran yg sebenarnya terkait dgn ego dari beberapa warih terkait dgn keberadaan pura ini dan sejarahnya semoga saja apa yg disampaikan oleh leluhur niki bisa dijadikan bahan renungan bersama
    Tiang coba urai dari mantra Ide Bhatara Kawitan sesuai dgn petunjuk beliau dlm meditasi malamnya
    Ong siwa, rsi maha tirtham
    Panca rsi panca thirtha.
    Sapta rsi catur yogam
    Lingga, rsi mah linggam
    Ong gong Gnijaya ya namah
    Ong ang gnijaya jagat pat ya namah
    Ong ung manik jayas ca, sumerus ca, sa ganash ca de kuturan baradah ca ya namu namah
    Ong ong panca rsi sapta rsi paduka guru byo namah.
    Semoga mantra ini dapat menuntun dlm pemahaman sejarahnya secara utuh para pratisenta ide....
    Dlm penjelasan beliau kenapa piwedalan di Pura Dasar Bhuwana dilakukan pada hari pemacekan agung, kenapa tdk pada hari lainya?? Mari kesampingkan ego sektoral nya dumun agar kita faham dgn sejarahnya.
    Pemacekan Agung ini terkait dgn dpt disatukanya berbagai sekte sekte yg selalu ribut di Bali dan mengaku ajaranya yg paling benar seperti yg terjadi saat ini ada Sai Baba, HK, Brahma Kumaris dll shg terjadi silang pendapat dgn rujukan kitab yg dipakainya masing masing.
    Di Pura ini ada batu sebagai payogan ide Mpu Gana dlm memohon kpd Hyang Widi agar pemimpin dari kelompok kelompok tsb diberikan kesadaran shg dapat bersatu dlm tatanan kehidupan baru utk kehidupan yg lebih baik.
    Dan ini juga dijadikan tonggak dan simbolis penyatuan dgn diangkatnya warih pasek bendesa dijadikan Pacek atau pemimpin dgn sebutan Kyai Agung Pasek Gelgel, dan tempat ini dijadikan pura kerajaan agar dpt mengayomi semua golongan krn sebelumnya sering terjadi silang pendapat serta harinya, tsb dijadikan piodalan yg disebut pemacekan agung.
    Pada awalnya para Mpu lah yg diberi kewenangan utk membangun tempat ini melalui para undaginya yg memakai sikut atau sukat astha gumi shg yg pertama di bangun adalah pelinggih pasek (pancer) yg terletak di arah kaje kangin, kemudian pelinggih ksatria, pande sebagai pembuat senjana dan brahmana ciwa adalah adik terkecil dari Mpu Gana, nah ketika sejarah ini tdk difahami oleh krn ego tsb maka akan selalu terjadi merasa kelompoknya yg paling benar, sejak zaman Waturenggonglah terjadi hegemoni dari keturanan brahmana siwa..... semoga kita tersadarkan semua bahwa di pura inilah terjadi penyatuan tsb yg disahkan di pura samuan tiga saat para mpu dan para rsi melakukan samuan agung.... suksma dumogi kejernihan hati datang dari segala penjuru

    ReplyDelete

Mecingklak, Permainan Anak SD Tahun 90an Yang Habis Dimakan Jaman

Foto mecingklak Balibangolnews,- Mecingklak merupakan sebuah permainan menggunakan batu krikil yang dilakukan oleh satu orang atau le...