26 August 2016

Menelusuri Situs Siwa Lingga Di Gunung Raung

Situs Siwa Lingga di Gunung Raung

Menelusuri jejak-jejak peninggalan Hindu di Lereng Gunung Raung


SEJARAH SINGKAT PERJALANAN RSI MARKANDEYA
Masa sejarah Bali dapat dilihat kembali berawal dari abad ke 8 Masehi, pada saat Rsi Markandeya menginjakkan kakinya di Pulau Bali ini.
Rsi Markandeya adalah seorang Pendeta Hindu Siwa Tattwa yang merupakana aliran yang diyakini oleh mayoritas masyarakat India pada saat itu terutama ditempat asal beliau yaitu India Selatan. Dalam catatan perjalanannya (Lontar Markandeya Purana), dapat diketahui bahwa Rsi Markandeya pertama kali menetap di Gunung Dieng yang termasuk kerajaan Mataram Kuno (Mataram Hindu) Jawa Tengah yang pada saat itu dibawah pemerintahan Wangsa Sanjaya yang beragama Hindu melanjutkan pemerintahan Wangsa Syailendra yang beragama Buddha. Kemungkinan pada saat itu terjadi suatu peristiwa alam yang luar biasa yang memaksa pusat kerajaan Mataram ini dipindahkan kewilayah Jawa Timur sekarang. Ada dugaan kuat pada masa tersebut terjadi letusan gunung berapi yang sekaligus juga menimbun Candi Borobudur dan juga Candi Prambanan.
Rsi Markandeya juga berpindah ke arah Timur mengikuti pergerakan penganut agama Hindu ke arah Jawa Timur, yang kelak membentuk kerajaan Medang Kemulan yang didirikan oleh Mpu Sendok.
Rsi Markandeya meneruskan perjalanannya menuju ke Gunung Rawang yaitu sebuah gunung yang tertinggi yang terletak paling Timur di wilayah Jawa Timur. Dalam perjalanan pertamanya Rsi Markandeya mengalami kegagalan, karena Beliau diganggu oleh Harimau / Macan Putih yang menunggu hutan Gunung Rawang. Dalam perjalanan berikutnya Rsi Markandeya beserta pengikutnya berhasil menaklukkan Harimau / Macan Putih tersebut yang kemudian diikat dengan rantai dan kemudian dipenjarakan di puncak Gunung Rawang. Harimau / Macan Putih tersebut selalu berontak dan meraung-raung yang suaranya menggema menggetarkan bumi sampai terdengar kedesa-desa disekitar Gunung Rawang. Karena kejadian tersebut, maka Rsi Markandeya mengubah nama Gunung Rawang menjadi Gunung Raung. Dan masyarakat sekitar Gunung Rawangpun juga menyebut Gunung tersebut adalah Gunung Raung, karena adanya suara Harimau / Macan Putih yang meraung-raung.
Pada saat bermukim di Gunung Rawang yang sekarang dikenal dengan nama Gunung Raung, Rsi Markandeya beserta pengikutnya mendirikan tempat suci untuk memuja Siwa (Tuhan dalam Siwa Tattwa).
Setelah beberapa saat bermukim di Gunung Rawang yang sekarang dikenal dengan nama Gunung Raung, Rsi Markandeya kemudian tertarik untuk melanjutkan perjalannya ke Timur. Pada masa itu Pulau Bali belum dikenal sesuai namanya sekarang. Pulau ini masih belum banyak diketahui, sebagian pelaut mengira Pulau Bali merupakan sebuah Pulau yang memanjang yang menyatu dengan apa yang kita kenal sekarang sebagai kepulauan Nusa Tenggara. Jadi pada masa itu Pulau Bali dan kepulauan Nusa Tenggara dianggap merupakan sebuah pulau yang sangat panjang yang disebut dalam Lontar Markandeya Purana sebagai Nusa Dawa (Pulau Panjang). Pada saat kedatangannya yang pertama dengan pengikutnya sekitar 400 orang mnyeberangi Segara Rupek (Selat Bali). Rsi Markandeya setelah tiba di Pulau Bali,  misi mereka mengalami kegagalan, dimana sebagian besar pengikutnya mengalami kematian ataupun sakit secara misterius yang kemudian menjadi wong samar. Beliau merasakan aura misterius yang sangat kuat menguasai Pulau ini, sehingga Beliau kemudian memutuskan untuk kembali ke Gunung Raung bersama pengikutnya yang masih tersisa dan bermeditasi (Puja Wali) untuk meminta petunjuk kepada Tuhan (Siwa) agar bisa selamat dalam perjalanannya ke Pulau Bali berikutnya.
Dalam kunjungannya yang kedua, berdasarkan hasil dari meditasinya, Rsi Markandeya beserta pengikutnya sekitar 2.000 orang sepakat untuk pertama-tama melakukan upacara suci / Pecaruan untuk keselamatan mereka selama berada di Bali. Belaiau memutuskan untuk mengadakan upacara suci tersebut ditempat yang tertinggi di Pulau ini sebagai tempat yang paling keramat. Mereka kemudian mendaki Gunung Toh Langkir yang sekarang disebut Gunung Agung. Di kaki Gunung itu mereka mengadakan upacara suci yang aktifitasnya berupa penanaman Panca Datu yaitu lima unsur logam yang dianggab paling penting pada masa itu yaitu Emas, Perak, Perunggu, Tembaga dan Besi. Pada saat di ketinggian Toh Langkir tersebut, Rsi Markandeya menyadari bahwa Pulau Bali hanyalah sebuah Pulau kecil sehingga Beliau menganggab bahwa nama Pulau Panjang kurang tepat dan menggantinya dengan nama Pulau Bali. Kata Bali sendiri berasal dari bahasa Pallawa yang berkembang di India Selatan. Kata Bali kurang lebih berarti persembahan, mengingat untuk mendapatkan keselamatan Rsi Markandeya harus menghaturkan persembahyangan / upacara suci terlebih dahulu, yang dalam perkermbangan selanjutnya kata Bali kurang lebih sama artinya dengan Banten pada masa sekarang ini. Dalam perkembangan selanjutnya Rsi Markandeya memutuskan untuk menetap di Bali dan menyebarkan agama Hindu. Beliau dan pengikutnya kemudian membuka hutan Taro dan bermukim ditempat yang dikenal sebagai desa Taro yang dianggap sebagai desa tertua di Bali. Di desa tersebut Beliau mendirikan tempat suci yang disebut Pura Murwa Bumi (Permulaan di Bumi Bali) sebagai pura pertama di Bali. Selanjutnya Beliau mengembangkan daerah Toh Langkir menjadi areal Pura (Tempat Suci) yang dianggap sebagai Pura Utama di Bali. Pura lainnya yang erat kaitannya dengan Rsi Markandeya adalah Pura Silawanayangsari di Gunung Lampuyang. Beliau juga mendirikan Asrama di Pura Lempuyang tersebut dan disini Beliau dikenal sebagai Bhatara Gnijaya Sakti.
Pada saat sekarang ini dimana masyarakat Bali ingin menelusuri silsilah keluarga mereka, menemukan kawitan mereka (Bhatara Gnijaya) dalam hal ini Rsi Markandeya, dianggab merupakan leluhur dari Klan / Warga Pasek dan menganggap bahwa Pura Lempuyang Madya merupakan kawitan utama dari Warga Pasek.
Dari tinjauan sejarah tidak banyak diketahui tentang peninggalan tertulis dari Rsi Markandeya selain dari pada Lontar Markandeya Purana tersebut dan Pura-Pura peninggalan Beliau. Konon menurut beberapa sumber yang dapat dipercaya bahwa setelah berhasil mengembangkan agama Hindu di Bali, Rsi Markandeya kembali ke Gunung Raung untuk melanjutkan tapanya sampai Beliau mencapai Moksa ditempat tersebut.

Ditulis kembali Oleh : Mas Tedjo, S. Ag - Banyuwangi.

No comments:

Post a Comment

Mecingklak, Permainan Anak SD Tahun 90an Yang Habis Dimakan Jaman

Foto mecingklak Balibangolnews,- Mecingklak merupakan sebuah permainan menggunakan batu krikil yang dilakukan oleh satu orang atau le...