Anggota MKD tunjukkan surat pengunduran diri setya novanto. -ANTARABalibangol news, NASIONAL,-Setelah 10 dari 17 anggota MKD rekomendasi sanksi ‘sedang’ untuk Setya Novanto, sementara 7 orang lagi sanksi ‘berat’
Inilah ending kasus dugaan pelanggaran etika terkait ‘papa minta saham’ Ketua DPR Setya Novanto yang tengah ditangani Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Di tengah persidangan putusan akhir MKD, Rabu (16/12), Setya Novanto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua DPR.
Surat pengunduran diri tersebut dibawa dan diserahkan Sekretaris Pribadi Setya Novanto kepada Wakil Ketua MKD dari Fraksi Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad. Kemudian, surat pengunduran diri Ketua DPR dibacakan dalam sidang MKD di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, tadi malam.
Adalah Sufmi Dasco Ahmad sendiri yang membacakan surat pengunduran diri Ketua DPR tersebut dalam sidang terbuka MKD, tadi malam. Dalam surat itu, Novanto menandatanganinya di atas materai. Sebelum dibacakannya surat tersebut, seluruh 17 anggota MKD membacakan putusannya yang menyatakan Novanto bersalah alias melanggar etika.
Sebanyak 10 anggota MKD merekomendasikan Novanto dikenai sanksi sedang, sementara 7 anggota MKD lagi berupa sanksi berat. Termasuk yang merekomendasikan sanksi berat adalah 3 anggota MKD dari Fraksi Golkar---partai asal Novanto---, yakni Kahar Muzakir,m Ridwan Bae, dan Adies Kadir.
Dengan skor 10:7 untuk sanksi sedang dan sanksi berat ini, tanpa mengajukan surat pengunduran diri pun, Novanto sejatinya akan tetap dimundurkan dari kursi Ketua DPR. Sebab, pelanggaran sedang membawa sanksi pencopotan dari posisi Ketua DPR. Sedangkan sanksi berat merupakan pemberhentian dari anggota DPR, namun harus terlebih dulu membentuk panel yang makan waktu berbulan-bulan dan perdebatan bertele-tele.
Nah, sebelum sanksi pemecatan dikeluarkan, Novanto (yang Bendahara Umum DPP Golkar hasil Munas Riau 2009) lebih dulu mengundurkan diri dari kursi Ketua DPR 2014-2019. Novanto dinyatakan berhenti sebagai Ketua DPR terhitung sejak surat pengunduran diajukan, Rabu, 16 Desember 2015. "Terhitung sejak Rabu, 16 Desember 2015, Saudara Setya Novanto dinyatakan berhenti sebagai Ketua DPR RI 2014-2019," jelas Ketua MKD dari Fraksi PKS, Surahman Hidayat.
Surahman menyebut pengunduran diri Novanto ini sebagai happy ending. "Kita berakhir dengan happy ending. Alhamdulillah," ujarnya seusai pengumuman surat pengunduran diri Novanto di Ruang MKD tadi malam. Surahman mengatakan, dengan pengunduran diri Novanto, maka kasus dugaan pelanggaran etik otomatis ditutup.
Alasannya, lanjut dia, Novanto selaku teradu sudah mundur alias berhenti dari jabatan sebagaimana kehendak mayoritas anggota MKD. Surahman sendiri dalam keputusannya sebagai hakim, menyatakan ada pelanggaran etik yang dilakukan Novanto, sehingga harus dikenai sanksi sedang berupa dicopot dari jabatannya sebagai Ketua DPR.
Sementara, Wapres Jusuf Kalla (JK) yang namanya diduga dicatut dalam kasus ‘papa minta saham’ menyambut baik mundurnya Setya Novanto dari Ketua DPR. JK menyebut setengah masalah selesai dengan mundurnya Novanto. "Ya, sudah setengah masalah selesai. Karena bagaimana pun, timbul masalah lain," ujar JK dilansir detikcom terpisah di kediaman dinasnya, Jalan Diponegoro Jakarta Pusat, tadi malam.
Terkait soal pengganti Novanto sebagai Ketua DPR, JK mengaku tidak mengetahuinya dan menyerahkannya ke mekanisme DPR. “Itu saya tak tahu. Kalau dari segi partai ya Golkar. Cuma dari DPR sendiri itu mereka harus merundingkan," terang mantan Ketua Umum DPP Golkar ini.
Berdasarkan UU MD3 dan Tata Tertib DPR, pengganti Setya Novanto sebagai Ketua DPR bakal tetap berasal dari Fraksi Golkar. Dalam Pasal 87 ayat (1) UU MD3 disebutkan, Pimpinan DPR berhenti dari jabatannya karena meninggal dunia, mengundurkan diri, atau diberhentikan. Pasal 87 ayat (2) huruf b menyatakan Pimpinan DPR diberhentikan karena:
‘Melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik DPR berdasarkan keputusan rapat paripurna setelah dilakukan pemeriksaan oleh Mahkamah Kehormatan DPR’. Bila seorang Pimpinan DPR berhenti dari jabatannya, Pasal 87 ayat (3) menyatakan pimpinan yang lain menetapkan salah seorang dari mereka untuk melaksanakan tugas dari Pimpinan DPR yang berhenti itu. Selanjutnya, pada Pasal 87 ayat (4) menjelaskan bahwa pengganti Pimpinan DPR akan berasal dari fraksi partai yang sama.
Berikut bunyinya, ‘Dalam hal salah seorang pimpinan DPR berhenti dari jabatannya sebagaimana dimaksud ayat (1), penggantinya berasal dari partai politik yang sama’. Dalam Pasal 88 disebutkan ketentuan lebih lanjut soal tata cara pemberhentian dan penggantian pimpinan DPR diatur lebih lanjut dalam peraturan DPR tentang tata tertib.
Di sisi lain, kubu Golkar belum membicarakan masalah pengganti Novanto sebagai ketua DPR. "Kita sampai saat ini belum bicarakan, kita baru mengetahui keputusan baru berjalan," ujar Ketua DPP Golkar Munas NMusa Dua, Firman Soebagyo.
Firman mengatakan, belum saatnya bicara soal pengganti Novanto, karena hal itu tentu akan dirapatkan di DPP Golkar. Partai juga lebih dulu akan membahas pengunduran diri Novanto yang baru diumumkan semalam. "Kita jangan terlalu pagi, masih suasana kebatinan, itu teman-teman kita semua. Kita serahkan mekanisme partai," ujar Firman yang juga Wakil Ketua Baleg DPR.
Paparan senada disampaikan Bendahara Umum DPP Golkar, Bambang Soesatyo alias Bamsoet. Menurut Bamsoet, belum ada pembicaraan maupun arahan dari partai kepada fraksi soal pengganti Ketua DPR. "Belum ada arahan dari partai," tandas Bamsoet. (sumber)
No comments:
Post a Comment