Foto-Dokumentasi |
BERIKUT JENIS-JENIS TOPENG BALI:
Topeng Pajegan
Kata pajegan mengacu kepada kegiatan pedesaan masyarakat Bali agraris, yang kini bisa diterjemahkan dengan ”memborong”. Penari Topeng Pajegan memborong semua peran yang ada di dalam cerita. Yang ada hanya seorang pemain, dan cerita berkembang dengan seutuhnya lewat satu pemain. Pada intinya, Topeng Pajegan adalah ritual yang mengiringi upacara keagamaan Hindu dalam budaya Bali yang diakhiri dengan Topeng Sidakarya sebagai puncak dari ritual itu.
Oleh karena itu, penari Topeng Pajegan adalah orang yang tinggi tingkatan spiritualnya, karena dia harus memberikan pencerahan kepada masyarakat (penonton) apa inti upacara itu, apa tujuan upacara, dan apa akibatnya apabila upacara ini tidak dilaksanakan. Seorang penari Topeng Pajegan adalah seorang pendharma wacana yang piawai, sekaligus memiliki kemampuan bercerita seperti seorang dalang.
Topeng Pajegan, topeng yang ditarikan oleh seorang aktor dengan memborong semua tugas-tugas yang terdapat di dalam topeng. Di dalam Topeng Pajegan ada sebuah topeng yang mutlak harus ada yakni topeng Sidakarya. Oleh karena demikian eratnya hubungan topeng pajegan ini dengan upacara keagamaan maka topeng inipun disebut topeng Wali.
Sebuah tradisi yadnya di Bali ada yang disebut kutukan Dalem Sidakarya. Inti kutukan ini adalah seberapa besar pun yadnya yang dibuat, seberapa banyak pun banten yang dihaturkan, tidak akan ada artinya jika belum mendapat ”restu” dari Dalem Sidakarya. Banten bisa menjadi sampah yang berbau busuk, dan yadnya bisa tidak sampai pada tujuannya. Karena itu diperlukan pamuput karya di luar sulinggih, yakni pementasan Topeng Sidakarya.
Topeng Sidakarya
Legenda di balik pementasan Topeng Sidakarya. Kisahnya konon terjadi pada pemerintahan Dalem Waturenggong di Gelgel yang akan mengadakan upacara besar di Pura Besakih. Tiba-tiba ada seorang Brahmana walaka—bukan pendeta—dari Keling, Madura mengaku akan mencari saudaranya yang tiada lain adalah Dalem Waturenggong. Sayangnya, karena perjalanan yang jauh dan berhari-hari, Pandita Keling sampai di Gelgel dalam keadaan kumal, bajunya compang-camping, mirip seorang pengemis. Dalam pakaian seperti itu, tak ada seorang pun staf kerajaan yang percaya kalau tamu tak diundang itu saudara Dalem Waturenggong. seorang pandita. Maka, Brahmana Keling diusir dengan paksa, setelah sebelumnya sempat dihina.
Brahmana Keling pergi dengan dendam. Di sebuah tempat yang sepi, dia melakukan perlawanan dengan mengucapkan mantra yang isinya yadnya yang diselenggarakan oleh Dalem Waturenggong tidak akan membawa berkah, malahan menimbulkan bencana. Semua banten menjadi busuk dan tikus-tikus pun mengerubungi banten busuk itu. Tikus semakin banyak sampai merusak tanaman petani. Rakyat menjadi resah.
Raja Waturenggong dalam samadinya tahu siapa yang mengutuk upacara besarnya itu. Dia lantas mengutus Arya Tangkas untuk menjemput Brahmana Keling yang masih tinggal di tempat sepi (suung) itu. Raja meminta maaf dan memohon kepada Brahmana Keling agar karya yang dilaksanakan menjadi sida(diberkahi). Jika mampu maka Brahmana Keling akan diakui sebagai saudara dan diberi gelar Dalem Sidakarya.
Selanjutnya, Dalem Waturenggong menitahkan agar setiap upacara atau karya yang dilaksanakan orang Bali menggunakan Topeng Sidakarya sebagai pemuput upacara atau mohon jatu karya ke Pura Dalem Sidakarya, berupa catur wija dan panca taru.
Topeng Panca
Drama tari topeng yang ditarikan oleh 5 ( lima ) orang penari. Topeng ini timbul di Denpasar sekitar tahun 1915. Topeng Panca dipentaskan oleh lima orang penari. Topeng ini merupakan perkembangan dari Topeng Pajegan. Topeng Panca ini berkembang menjadi Topeng Sapta, dengan tambahan penari Putri dan Condong.
Topeng Prembon
Dramatari topeng yang sudah dikombinasikan dengan unsur drama tari Bali lainnya (biasanya dari arja) namun strukturnya patopengannya masih tetap dominan. Topeng Prembon yang menampilkan tokoh-tokoh campuran yang diambil dari Dramatari Topeng Panca dan beberapa dari dramatari Arja dan Topeng Bondres, seni pertunjukan topeng yang masih relatif muda yang lebih mengutamakan penampilan tokoh-tokoh lucu untuk menyajikan humor-humor yang segar.
Prembon (per-imbuh-an) adalah dramatari campuran dari berbagai unsur dramatari klasik Bali yang ada. Sesungguhnya setiap dramatari yang diciptakan dengan cara menggabungkan berbagai unsur-unsur tari Bali yang telah ada dapat disebut sebagai Prembon. Prembon muncul pada zaman revolusi, tepatnya tahun 1942, Prembon lahir dari penggabungan seni Topeng dan Arja. Lakon yang ditampilkan pada umunnya bersumber dari cerita Babad dan semi sejarah lainnya sebagaimana halnya dramatari. Di daerah Gianyar, Prembon yang banyak memasukan unsur-unsur Arja dan Gambuh biasa disebut Tetantrian.(sumber)
No comments:
Post a Comment