Balibangol news, DENPASAR, - Terjadinya alih fungsi lantaran tanah-tanah di Pulau Bali banyak dijual ke investor mengundang keprihatinan karenanya Gubernur Made Mangku Pastika meminta masyarakat Bali bersikap jujur tidak saling menyalahkan.
Gubernur Pastika menyampaikan hal itu menanggapi pertanyaan peserta simakrama di Wantilan DPRD Bali, Renon, Denpasar, perihal alih fungsi lahan di Bali yang begitu massif.
Dia melihat alih fungsi lahan banyak terjadi di Kabupaten Gianyar dan Badung. Bagaimana di tengah sawah, berdiri vila-vila megah.
"Kalau dicek, namanya nama orang Bali, kita cek namanya di pemerintah daerah itu, namanya orang Bali," sebut Pastika belum lama ini.
Demikian juga, dengan perizinannya, memakai nama orang Bali. Namun, setelah dilakukan pengecekan lebih jauh, akan terungkap siapa sebenarnya pemilik vila itu.
"Coba kita cek ke sana, siapa yang punya," tegas mantan Kapolda Bali itu.
Sebenarnya, Pastika telah berbicara dengan bupati di Gianyar dan Badung, untuk melakukan pendataan. Kalau bangunan vil-vila itu, nomine atau pakai nama orang Bali, padahal yang punya orang asing.
Karena orang asing tidak boleh punya vila sehingga dipakai nama orang Bali.
Pastika melihat ada banyak masalah di kedua kabupaten kaya itu, dengan berdirinya vila-vila mewah. Masalah Tata Ruang, perizinan operasioanal dan ketiga masalah pajak.
"Ini penyakit ini, makanya saya sudah sampaikan, Bupati Badung dan Gianyar terutama, paling banyak di tempat itu," sambungnya.
MAsalah alih fungsi lahan, menjadi problem bersama. Yang punya tanah senang, dapat uang kontrak, anggaplah 50 tahun. Sudah berapa miliaran didapat. Pemilik tanah dan keluarganya kemudian juga bekerja di vila, menjadi satpam, cleaning service dan seterusnya.
Desa Pekraman seneng juga, karena dapat bantuan kalau upacara odalan. Demikian juga, satuan pengamanan desa adat pecalang, dapat bagian.
"Jadi semua hepi (senang) sebenarnya, yang tidak hepi mungkin kita ini (mungkin), itu yang terjadi," katanya menegaskan.
Karena semua baik pemilik tanah, desa adat, penyewa semua hepi, lantas pertanyaanya mau diapakan semua ini.
"INi adalah sisi lain hebatnya Bali itu, apapun harus kita bayar, tidak ada kemakmuran, kesejahteraan, tanpa harus ada perubahan," tandasnya.
Namun, buru-buru Pastika mengingatkan, jangan sampai kondisi seperti itu lantas membuat menyerah. Caranya, setelah didata yang benar, pajaknya harus diperbesar, supaya uangnya masuk ke daerah, untuk membangun Bali.
Uang itu, untuk menjaga pertanian, memberi subdisi kepada petani, pupuk,bibit asuransi, kesehatan, pendidikannya anak-anak mereka harus dijamin, dengan uang (pajak) itu.
Yang terjadi, sekarang, nama pemilik vila orang Bali, izin operasional orang Bali, pajaknya rendah, bule atau warga asing pemilik vila tidak bayar pajak. Padahal, yang mengambil uang banyak orang asing.
Apa yang diungkapkan Pastika itu adalah fakta. Dia meminta semua pihak untuk mencoba jujur pada diri sendiri.
"Kita mencoba jujur pada diri sendiri, apa sesungguhnya yang terjadi, kita mau bertindak apa, mari kita sepakat, kenapa bupati tidak berani menindak di situ, karena disitu ada orang-orang setempat," kata Pastika menegaskan.
Jika mereka ditindak, maka akan marah dan ujungnya tidak akan milih bupati atau anggota dewan. INi ada kaitannya dengan demokrasi, para politisi berfikirnya lima tahunan.
Jadi, apapun yang dikerjakan dipikirkan untuk kepentingan jangka waktu lima tahun ke depan, agar dipilih lagi.
Sedikit sekali yang mau berfikir jauh ke depan untuk generasi mendatang. Sedikit sekali yang berfikir negarawan. Karena itulah, dia mengajak semua pihak untuk memikirkan masalah itu dengan jernih dan bijak, untuk kepentingan Bali ke depan.
Gubernur Pastika menyampaikan hal itu menanggapi pertanyaan peserta simakrama di Wantilan DPRD Bali, Renon, Denpasar, perihal alih fungsi lahan di Bali yang begitu massif.
Dia melihat alih fungsi lahan banyak terjadi di Kabupaten Gianyar dan Badung. Bagaimana di tengah sawah, berdiri vila-vila megah.
"Kalau dicek, namanya nama orang Bali, kita cek namanya di pemerintah daerah itu, namanya orang Bali," sebut Pastika belum lama ini.
Demikian juga, dengan perizinannya, memakai nama orang Bali. Namun, setelah dilakukan pengecekan lebih jauh, akan terungkap siapa sebenarnya pemilik vila itu.
"Coba kita cek ke sana, siapa yang punya," tegas mantan Kapolda Bali itu.
Sebenarnya, Pastika telah berbicara dengan bupati di Gianyar dan Badung, untuk melakukan pendataan. Kalau bangunan vil-vila itu, nomine atau pakai nama orang Bali, padahal yang punya orang asing.
Karena orang asing tidak boleh punya vila sehingga dipakai nama orang Bali.
Pastika melihat ada banyak masalah di kedua kabupaten kaya itu, dengan berdirinya vila-vila mewah. Masalah Tata Ruang, perizinan operasioanal dan ketiga masalah pajak.
"Ini penyakit ini, makanya saya sudah sampaikan, Bupati Badung dan Gianyar terutama, paling banyak di tempat itu," sambungnya.
MAsalah alih fungsi lahan, menjadi problem bersama. Yang punya tanah senang, dapat uang kontrak, anggaplah 50 tahun. Sudah berapa miliaran didapat. Pemilik tanah dan keluarganya kemudian juga bekerja di vila, menjadi satpam, cleaning service dan seterusnya.
Desa Pekraman seneng juga, karena dapat bantuan kalau upacara odalan. Demikian juga, satuan pengamanan desa adat pecalang, dapat bagian.
"Jadi semua hepi (senang) sebenarnya, yang tidak hepi mungkin kita ini (mungkin), itu yang terjadi," katanya menegaskan.
Karena semua baik pemilik tanah, desa adat, penyewa semua hepi, lantas pertanyaanya mau diapakan semua ini.
"INi adalah sisi lain hebatnya Bali itu, apapun harus kita bayar, tidak ada kemakmuran, kesejahteraan, tanpa harus ada perubahan," tandasnya.
Namun, buru-buru Pastika mengingatkan, jangan sampai kondisi seperti itu lantas membuat menyerah. Caranya, setelah didata yang benar, pajaknya harus diperbesar, supaya uangnya masuk ke daerah, untuk membangun Bali.
Uang itu, untuk menjaga pertanian, memberi subdisi kepada petani, pupuk,bibit asuransi, kesehatan, pendidikannya anak-anak mereka harus dijamin, dengan uang (pajak) itu.
Yang terjadi, sekarang, nama pemilik vila orang Bali, izin operasional orang Bali, pajaknya rendah, bule atau warga asing pemilik vila tidak bayar pajak. Padahal, yang mengambil uang banyak orang asing.
Apa yang diungkapkan Pastika itu adalah fakta. Dia meminta semua pihak untuk mencoba jujur pada diri sendiri.
"Kita mencoba jujur pada diri sendiri, apa sesungguhnya yang terjadi, kita mau bertindak apa, mari kita sepakat, kenapa bupati tidak berani menindak di situ, karena disitu ada orang-orang setempat," kata Pastika menegaskan.
Jika mereka ditindak, maka akan marah dan ujungnya tidak akan milih bupati atau anggota dewan. INi ada kaitannya dengan demokrasi, para politisi berfikirnya lima tahunan.
Jadi, apapun yang dikerjakan dipikirkan untuk kepentingan jangka waktu lima tahun ke depan, agar dipilih lagi.
Sedikit sekali yang mau berfikir jauh ke depan untuk generasi mendatang. Sedikit sekali yang berfikir negarawan. Karena itulah, dia mengajak semua pihak untuk memikirkan masalah itu dengan jernih dan bijak, untuk kepentingan Bali ke depan.
Sumber-kabarnusa.com
No comments:
Post a Comment