Skip to main content

Gerubug Di Kerajaan Kediri



Balibangol news, BUDAYA,- Diceritakan Rakyat Kerajaan Kediri di siang harinya yang ramai seperti biasanya. Masyarakatnya sebagian besar hidup dari bertani di sawah dengan menanam padi dan palawija. Anak-anak muda semuanya riang gembira bermain sambil mengembalakan sapi dan bebek di sawah. Mereka riang gembira, menemani orang tuanya yang sedang membajak sawah. Ada pula masyarakat yang bekerja sebagai tukang membuat rumah, pondok, bangunan suci seperti pura dan sanggah, atau membuat angkul-angkul atau pintu gerbang, dan lain-lain. Bagi kaum perempuan dan yang bekerja sebagai pedagang dengan menjual kue, nasi, kopi dan ada pula yang menenun kain untuk keperluan sendiri. Ada pula dari golongan pande bekerja khusus membuat perabotan pisau, sabit, parang, cangkul, keris, dan perabotan dari besi lainnya. Bagi yang mempunyai waktu luang yang laki-laki biasanya diisi dengan mengelus-elus ayam aduan, dan bagi yang perempuan digunakan untuk mencari kutu rambut.

Tidak ada terasa hal-hal aneh atau pertanda aneh di siang hari tersebut. Kegiatan masyarakat berlangsung dari pagi sampai sore, bahkan sampai malam hari. Pada malam hari masyarakat yang senang matembang atau bernyanyi melakukan kegiatannya sampai malam. Demikian pula dengan sekaa gong latihan sampai malam di Balai Banjar. Suasananya nyaman, tentram, dan damai sangat terasa ketika itu.



Setelah tengah malam tiba, semua masyarakat telah beristirahat tidur. Suasananya menjadi sangat gelap dan sunyi senyap, ditambah lagi pada hari tersebut adalah hari Kajeng Kliwon. Suatu hari yang dianggap kramat bagi masyarakat. Masyarakat biasanya pantang pergi sampai larut malam pada hari Kajeng Kliwon. Karena hari tersebut dianggap sebagai hari yang angker. Sehingga penduduk tidak ada yang berani keluar sampai larut malam.

Ketika penduduk Rakyat Kediri tertidur lelap di tengah malam, ketika itulah para murid atau sisya Ibu Calonarang yang sudah menjadi leak datang ke Desa-desa wilayah pesisir Kerajaan Kediri. Sinar beraneka warna bertebaran di angkasa. Desa-desa pesisir bagaikan dibakar dari angkasa. Ketika itu, penduduk desa sedang tidur lelap. Kemudian dengan kedatangan pasukan leak tersebut, tiba-tiba saja penduduk desa merasakan udara menjadi panas dan gerah. Angin dingin yang tadinya mendesir sejuk, tiba-tiba hilang dan menjadi panas yang membuat tidur mereka menjadi gelisah. Para anak-anak yang gelisah, dan terdengar tangis para bayi di tengah malam. Lolongan anjing saling bersahutan seketika. Demikian pula suara goak atau burung gagak terdengar di tengah malam. Ketika itu sudah terasa ada yang aneh dan ganjil saat itu. Ditambah lagi dengan adanya bunyi kodok darat yang ramai, padahal ketika itu adalah musim kering. Demikian pula tokek pun ribut saling bersahutan seakan-akan memberitahukan sesuatu kepada penduduk desa. Mendengar dan mengalami suatu yang ganjil tersebut, masyarakat menjadi ketakutan, dan tidak ada yang berani keluar.

Endih atau api jadi-jadian yang berjumlah banyak di angkasa kemudian turun menuju jalan-jalan dan rumah-rumah penduduk desa. Api sebesar sangkar ayam mendarat di perempatan jalan desa, dan diikuti oleh api kecil-kecil warna-warni. Setelah itu para leak yang tadinya terbang berwujud endih, kemudian setelah di bawah berubah wujud menjadi leak beraneka rupa, dan berkeliaran di jalan-jalan desa. Ketika malam itu, ada seorang masyarakat memberanikan diri untuk mengintip dari balik jendela rumahnya. Untuk mengetahui situasi di luar rumah. Namun apa yang dilihatnya? Sangat terkejut orang tersebut menyaksikan kejadian di luar. Orang tersebut, karena saking takutnya, segera ia masuk ke dalam rumah dan mengunci pintunya rapat-rapat, serta segera memohon kehadapan Hyang Maha Kuasa agar diberikan perlindungan. Kemudian orang tersebut mengalami sakit ngeeb atau ketakutan yang berlebihan dan tidak mau bicara.


Para murid atau sisya Ibu Calonarang yang berjumlah tiga puluh empat orang ditambah dengan empat orang muridnya yang sudah senior yaitu Nyi Larung, Nyi Lenda, Nyi Lendi, dan Nyi Sedaksa, semua sudah berada di desa pesisir. Malam yang sangat gelap kemudian ditambah dengan hujan gerimis yang memunculkan bau tanah yang angid, mambuat para leak menjadi semakin bersuka ria. Beberapa bola api bertebaran di angkasa berkejar-kerjaran dan menari-nari. Monyet-monyet besar, anjing bulu kotor, dan babi bertaring panjang berkeliaran di jalan-jalan sepanjang desa wilayah pesisir bercanda bersuka ria. Leak kambing, gegendu kerbau, gegendu jaran tampak jalan-jalan mengitari Kerajaan Kediri. Demikian pula dengan sosok Leak Celuluk yang berkelebat-kelebat dan bersandar di angkul-angkul rumah penduduk. Leak yang berwujud kreb kasa atau kain putih panjang bergulung-gulungan tampak melintang di jalanan. Di perempatan dan pertigaan jalan Desa, sosok Leak berwujud bade atau menara pengusungan mayat sedang menari-nari memenuhi jalanan. Semua leak tersebut menjalankan tugas seperti apa yang diperintahkan oleh gurunya yakni Ibu Calonarang.

Sungguh-sungguh seram memang pada malam itu. Penduduk desa tidak ada yang berani berkutik, apalagi keluar rumah. Para leak di malam itu telah menyebarkan penyakit grubug di desa-desa wilayah pesisir Kerajaan Kediri. Setelah semalaman para leak berpesta pora, maka hari telah menjelang pagi. Tiba saatnya para Leak untuk kembali ke wujud semula. Karena begitulah hukumnya sebagai leak. Waktu mereka adalah di malam hari. Apabila mereka melanggar hukum tersebut maka mereka akan mendapatkan bahaya. Ketika hari menjelang pagi para leak pun kembali ke tempatnya semula, dan pulang ke rumah. Demikian pula dengan Ibu Calonarang beserta Nyi Larung, Nyi Lenda, Nyi Lendi dan Nyi Sedaksa kembali pulang ke rumah setelah pesta pora di malam hari. Sekarang mereka hanya tinggal menunggu hasil dari kerja mereka semalam.

Diceritakan keesokan harinya penduduk desa bangun pagi-pagi. Mereka ramai menceritakan keanehan-keanehan dan keganjilan-keganjilan yang terjadi pada malam harinya. Semuanya menceritakan apa yang mereka rasakan atau apa yang mereka sempat saksikan malam itu dirumah masing-masing. Namun sedang asyiknya mereka bercerita, tiba-tiba saja ada seorang penduduk yang menjerit minta tolong. Orang tersebut mengatakan salah seorang keluarganya tiba-tiba saja sakit perut, muntah-muntah, dan mencret-mencret. Ketika mau memberikan pertolongan kepada penduduk di sebelah Barat tersebut, tiba-tiba saja tetangga di sebelah Timur menjerit minta tolong ada salah seorang keluarganya yang muntah dan mencret. Pagi itu, masyarakat desa menjadi panik. Karena mendadak sebagian penduduk mengalami muntah dan mencret. Bahkan pagi itu, ada beberapa yang telah meninggal. Beberapa lagi belum ada yang sempat diberi obat, tiba-tiba sudah meninggal. Demikian semakin panik masyarakat di desa. Segera saja yang meninggal dikuburkan di setra atau tempat pemakaman mayat, namun ketika pulang dari setra, tiba-tiba saja yang tadinya ikut mengubur menjadi sakit dan meninggal. Demikian seterusnya. Penduduk desa dihantui oleh bahaya maut. Seolah-olah kematian ada di depan hidung mereka. Sungguh mengerikan pemandangan di desa-desa wilayah pesisir Kerajaan Kediri ketika itu. Kerajaan Kediri gempar, sehari-hari orang mengusung mayat kekuburan dalam selisih waktu yang sangat singat.

Menghadapi situasi demikian beberapa penduduk dan prajuru desa mencoba untuk menanyakan kepada para balian atau dukun untuk minta pertolongan. Para balian pun didatangkan ke desa-desa yang kena bencana wabah gerubug. Ternyata mereka juga tidak dapat berbuat banyak menghadapi penyakit gerubug yang dialami penduduk desa. Bahkan, si balian atau dukun yang didatangkan tersebut mengalami mutah berak dan meninggal. Setiap hari kejadian tersebut terus berlangsung. Penduduk desa menjadi bingung dan panik. Ada yang berkehendak untuk mengungsi dan menghindar dari grubug tersebut. Mereka berbondong-bondong meninggalkan desanya. Namun ketika sampai di batas desa, mereka itu mengalami muntah berak dan meninggal seketika.

Sumber (anehdidunia.com)

Comments

Popular posts from this blog

KENAPA PANDITA MPU TAK BOLEH MUNGGAH DI PURA DASAR BHUWANA GELGEL, INI PENJELASAN DARI IDA PANDITA MPU JAYA PREMA ANANDA

Balibangol news,-Sebelumnya di media sosial ramai diperbincangkan mengenai larangan bagi Ida Pandita yang tidak diijinkan untuk muput di Bale Pemiyosan di Pura Dasar Bhuwana Gelgel. Pada saat itu Ida Pandita tidak diijinkan oleh salah seorang pemangku di Pura itu. Kali ini penjelasan mengenai Pura Dasar Bhuwana Gelgel datang dari Ida Pandita Mpu Jaya Prema Ananda, hal ini terlihat dari postingan di akun facebooknya yang menulis, ” RAME SOAL SULINGGIH DI PURA DASAR BHUWANA (Postingan di bawah ini sudah diunggah di FB yang normal terpecah jadi 3 postingan mengomentari sebuah video yang mempertanyakan kenapa Pandita Mpu tak boleh munggah di Pura Dasar Bhuwana. Saya jadikan satu di halaman ini, semoga ada manfaatnya. Tujuannya, mari kita tak usah ribut2 soal “ngaturang bhakti”. Kalau ada pendapat lain, silakan, maklum ini kasus sudah sangat lama, mungkin informasi ada berbeda). Pura Dasar Bhuwana awalnya sekali dibangun oleh Mpu Dwijaksara pada tahun Saka 1189 atau tahun 1267 Ma

Aling-aling, Adalah Pembatas Angkul-angkul Dan Pekarangan, Berikut Fungsinya

Aling-aling dengan patung Ganesha Balibangol news, BUDAYA, Kita sering mendengar kata Aling - Aling, namun kita tidak pernah memahami apa sebetulnya makna yang terkandung dalam pembuatannya dan bila mana kita harus membuatnya?. Aling-aling  adalah pembatas antara angkul - angkul dengan pekarangan rumah maupun tempat suci yang berfungsi sebagai penetralisir dari gangguan negatif baik secara sekala maupun niskala. Dahulu di Bali, sebuah aling - aling oleh masyarakat umum, masyarakat biasanya menggunakan kelangsah (daun kelapa kering) atau kelabang mantri sebagai sarana proteksi dari kekuatan negatif dimana sulaman atau ulat-ulatan dari daun kelapa tersebut diletakkan pada aling-aling, namun ada yang menempatkan sebagai penghias aling-aling digunakan sebuah patung yang sebagaimana disebutkan dari kutipan Bale Bengong, patung untuk mempercantik arsitektur Bali. Sebagai pembatas antara angkul - angkul dan pekarangan rumah, biasanya ada yang menggunakan patung Ganesha sebagai si

KETUPAT BALI DAN FUNGSINYA

Membuat Ketupat khas Bali Secara umum ketupat berasal dari janur dan di anyam sampai berbentuk kotak pada kali ini mari kita mengulas sedikit keunikan ketupat di Bali. Mendengar kata Ketupat pasti kalian akan mengingat pasangannya yaitu sate, satenya tu dimana? Hehehe Berbeda dengan daerah lainnya , Bali mempunyai banyak nama Ketupat seperti di antaranya :  TIPAT BEKEL - Bentuknya sama sepeti ketupat pada umumnya yaitu seperti ketupat yang sering di jumpai saat lebaran, di Bali ketupat ini biasanya di pakai pada waktu upacara pernikahan upacara odalan namun tidak mengandung arti begitu penting yah namanya aja ketupat bekel dalam bahasa nasional adalah bekal seperti ( sebungkus nasi), cara membuatnya cukup gampang dengan mengambil smbil sbuah janur kemudian diraut bagian sisinya biar tipis kemudian hilangkan lidinya biarkan masih di bagian pangkal, janur siap untuk di sulap menjadi ketupat TIPAT TALUH - Bentuknya kecil dan mungkin paling kecil di antara ketupat lainnya b