14 July 2015

Dua Penjor bernada kritikan di Tegalalang, Gianyar, Bali


GIANYAR - Berbagai jenis kreasi penjor dibuat generasi muda untuk menyambut perayaan Galungan di Bali.
Ada yang tinggi menjulang, penuh pernak-pernak, megah sehingga membuat mata tercengang jika memandangnya.
Ada juga yang standar, berbahan seadanya, tampa dihiasi bling-bling ataupun tedeng aling-aling.
Namun di luar pakem penjor tersebut, ada penjor yang mampu mencuri perhatian.
Dua buah penjor yang tampak tidak seperti biasanya berdiri di Banjar Pujung Kaja, Desa Sebatu, Kecamatan Tegalalang, Gianyar, Bali.
Di bagian punggung penjor dibubuhi seni instalasi berasal dari kalimat trendy yang selalu dilontarkan sejumlah orang Bali belakangan ini.
"Jaen Idup di Bali, yang artinya, enak atau asik hidup di Bali," kata I Wayan Wibawa Harta saat dihubungi, Selasa (14/7/2015).


Kalimat itu dirangkainya dari daun kelapa hingga membentuk huruf-huruf yang berjejer. Satu penjor lainnya yang berdiri berhadapan juga menuliskan sesuatu.
"Yen Suud Ngadol Tanah, yang berarti kalau berhenti jual tanah," begitu bacaan penjor kreasi Tu Bagus Palayuda.
Dua penjor tersebut seakan saling bercengkerama satu sama lain. Satunya melontarkan pernyataan, satunya lagi melengkapi pernyataan sebelumnya. Wayan Wibawa Harta mengatakan, penjor ini dibuat dengan bahan seadanya tanpa merogoh kocek sepeserpun.
"Samasekali tidak menghabiskan. Bahan nyari di masing-masing pekarangan. Hanya tenaga saja," kata pria yang pernah membuat penjor Bali Not For Sale ini.
Dua pemuda ini menjelaskan, makna yang tersirat dari dua penjor tersebut. Tulisan yang terbaca di punggung penjor merupakan wujud curahan hati. Mereka melihat selama ini, betapa gampang masyarakat Bali menjual tanahnya.
Cara itu tidak mereka setujui. Tanah bagi mereka adalah warisan leluhur yang tidak bisa dijual. Harga mati untuk dipertahankan dan harus dilestarikan. Jadi terminologi "Jaen Idup di Bali" yang belakangan marak terdengar mereka lengkapi dengan "Yen Suud Ngadol Tanah".
"Berarti kita berhenti untuk menjual tanah di Bali karena itu warisan leluhur yang tidak bisa dijual dan harus dilestarikan. Setelahnya baru jaen idup di Bali, tanpa investor yang merusak alam Bali yang sejatinya indah ini," tutur Wibawa Harta.


Kendati dibubuhi instalasi di bagian punggung, ia menegaskan penjor tersebut tidak lepas dari pakem.
Berbagai hasil bumi sebagai wujud persembahan atas kesuburan yang dilimpahkan Sang Hyang Widhi Wasa ada di dalamnya.
"Semua persembahan hasil alam tetap ada, dan seni itu relatif. Kalau kita terus membeli perlengkapan penjor, terus siapa yang akan membuat. Mari menjadi generasi yang memproduksi bukan generasi pembeli," tandasnya.

sumber berita

No comments:

Post a Comment

Mecingklak, Permainan Anak SD Tahun 90an Yang Habis Dimakan Jaman

Foto mecingklak Balibangolnews,- Mecingklak merupakan sebuah permainan menggunakan batu krikil yang dilakukan oleh satu orang atau le...