Balibangol news, DENPASAR,- Dukungan terus bergulir untuk revisi Perda Tentang LPD, dikutif dari suaradewata.com, Gubernur Bali dan Ketua DPRD Bali, telah memberikan "lampu hijau" untuk merevisi Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Lembaga Perkreditan Desa (LPD). Ini sekaligus mematahkan keinginan sejumlah kelompok, yang ngotot mempertahankan Perda tersebut.
Menariknya, dukungan untuk merevisi Perda LPD ini belakangan semakin menguat. Selain Forum Peduli Ekonomi Adat Bali (FPEAB), dukungan juga disampaikan oleh para Bendesa serta para Kepala LPD sebagaimana terungkap dalam diskusi FPEAB dengan Bendesa dan Kepala LPD se-Badung Selatan, di Kedonganan, Selasa (19/1)
"Perda LPD ini memang sudah waktunya untuk direvisi. Jika perlu diganti dengan Perda yang baru," kata Bendesa Adat Kutuh, Made Wena, yang dikonfirmasi usai rapat tersebut.
Revisi ini harus dilakukan, menurut dia, mengingat UU Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM), sudah mulai berlaku efektif. Apalagi dalam UU LKM, LPD diberikan posisi istimewa, yakni diatur berdasarkan hukum adat atau tidak tunduk pada UU LKM.
"Kita bersyukur, bahwa LPD di Bali ini diatur dengan hukum adat. Jelas ini angin segar dalam rangka memperkuat eksistensi LPD ke depan," ujar Wena.
Mantan anggota DPD RI Nengah Wirata, juga melontarkan hal senada. Menurut dia, masyarakat adat khususnya insan LPD, semestinya menyambut baik pemberlakuan UU LKM. Pasalnya, UU LKM adalah buah perjuangan panjang tentang LPD.
"Sejak lama kita menginginkan LPD diakui keberadaannya oleh negara namun tidak tunduk pada negara. Dan UU LKM telah menegaskan eksistensi LPD ini, dimana keberdaannya diakui namun LPD diatur oleh hukum adat dan tidak tunduk pada UU LKM," jelas Wirata.
Ia mengingatkan, untuk sampai pada kondisi LPD seperti saat ini, bukanlah hal mudah. Sebab, LPD nyaris diberangus dengan terbitnya Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri (Menteri Koperasi, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan), yang mengharuskan LPD memilih salah satu bentuk lembaga, apakah koperasi, PT, BPR atau lainnya.
Namun akhirnya badai SKB 3 Menteri ini berlalu, menyusul disahkannya UU LKM. "Karena itu, kehadiran UU LKM ini harus kita sambut baik. Kita juga harus sepakat untuk merevisi Perda LPD yang ada saat ini, dalam rangka memperkuat eksistensi LPD," tandas Wirata.
Sementara itu Ketua LPD Kedonganan, Ketut Madra, mengatakan, UU LKM telah memberikan keistimewaan kepada LPD. Sebab undang-undang yang mengatur tentang Koperasi dan Perseroan Terbatas (PT) itu, mengecualikan LPD. "Jadi LPD kembali ke rohnya. Dia ada dan dibentuk oleh Desa Pakraman, untuk kepentingan adat dan budaya," ucapnya.
Karena itu, kata Madra, kehadiran UU LKM seharusnya disambut dengan baik. Begitu pula dengan revisi Perda LPD, tak seharusnya ditolak. "Revisi itu memang harus dilakukan, sehingga Perda LPD disesuaikan dengan UU LKM," tegas Madra, yang juga Koordinator BKS LPD Kabupaten Badung.
Selain para Bendesa dan Kepala LPD se-Badung Selatan, diskusi ini juga dihadiri jajaran pengurus Forum Peduli Ekonomi Adat Bali (FPEAB). Di antaranya Pembina Njoman Gede Suweta, Ketua Gde Made Sadguna, Sekretaris Nyoman Sumantha, serta jajaran pengurus lainnya.(sumber)
Menariknya, dukungan untuk merevisi Perda LPD ini belakangan semakin menguat. Selain Forum Peduli Ekonomi Adat Bali (FPEAB), dukungan juga disampaikan oleh para Bendesa serta para Kepala LPD sebagaimana terungkap dalam diskusi FPEAB dengan Bendesa dan Kepala LPD se-Badung Selatan, di Kedonganan, Selasa (19/1)
"Perda LPD ini memang sudah waktunya untuk direvisi. Jika perlu diganti dengan Perda yang baru," kata Bendesa Adat Kutuh, Made Wena, yang dikonfirmasi usai rapat tersebut.
Revisi ini harus dilakukan, menurut dia, mengingat UU Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM), sudah mulai berlaku efektif. Apalagi dalam UU LKM, LPD diberikan posisi istimewa, yakni diatur berdasarkan hukum adat atau tidak tunduk pada UU LKM.
"Kita bersyukur, bahwa LPD di Bali ini diatur dengan hukum adat. Jelas ini angin segar dalam rangka memperkuat eksistensi LPD ke depan," ujar Wena.
Mantan anggota DPD RI Nengah Wirata, juga melontarkan hal senada. Menurut dia, masyarakat adat khususnya insan LPD, semestinya menyambut baik pemberlakuan UU LKM. Pasalnya, UU LKM adalah buah perjuangan panjang tentang LPD.
"Sejak lama kita menginginkan LPD diakui keberadaannya oleh negara namun tidak tunduk pada negara. Dan UU LKM telah menegaskan eksistensi LPD ini, dimana keberdaannya diakui namun LPD diatur oleh hukum adat dan tidak tunduk pada UU LKM," jelas Wirata.
Ia mengingatkan, untuk sampai pada kondisi LPD seperti saat ini, bukanlah hal mudah. Sebab, LPD nyaris diberangus dengan terbitnya Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri (Menteri Koperasi, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan), yang mengharuskan LPD memilih salah satu bentuk lembaga, apakah koperasi, PT, BPR atau lainnya.
Namun akhirnya badai SKB 3 Menteri ini berlalu, menyusul disahkannya UU LKM. "Karena itu, kehadiran UU LKM ini harus kita sambut baik. Kita juga harus sepakat untuk merevisi Perda LPD yang ada saat ini, dalam rangka memperkuat eksistensi LPD," tandas Wirata.
Sementara itu Ketua LPD Kedonganan, Ketut Madra, mengatakan, UU LKM telah memberikan keistimewaan kepada LPD. Sebab undang-undang yang mengatur tentang Koperasi dan Perseroan Terbatas (PT) itu, mengecualikan LPD. "Jadi LPD kembali ke rohnya. Dia ada dan dibentuk oleh Desa Pakraman, untuk kepentingan adat dan budaya," ucapnya.
Karena itu, kata Madra, kehadiran UU LKM seharusnya disambut dengan baik. Begitu pula dengan revisi Perda LPD, tak seharusnya ditolak. "Revisi itu memang harus dilakukan, sehingga Perda LPD disesuaikan dengan UU LKM," tegas Madra, yang juga Koordinator BKS LPD Kabupaten Badung.
Selain para Bendesa dan Kepala LPD se-Badung Selatan, diskusi ini juga dihadiri jajaran pengurus Forum Peduli Ekonomi Adat Bali (FPEAB). Di antaranya Pembina Njoman Gede Suweta, Ketua Gde Made Sadguna, Sekretaris Nyoman Sumantha, serta jajaran pengurus lainnya.(sumber)
No comments:
Post a Comment