Foto by Redaksi |
Balibangol news, BUDAYA,- Mungkin banyak diantara kita yang belum tau tentang Bali Aga /mula bahkan kita sering mendengarnya, jadi biar tidak begitu bingung mari kita bahas bersama dalam artikel ini.
Bali Aga pada umumnya yang kita kenal selama ini adalah Bali dengan kebudayaan yang masih asli, yaitu sebelum datangnya pengaruh Hindu Majapahit, nah sebelum itu memang telah berkembang kebudayaan orang Bali yang samoai saat ini masih bisa kita jumpai di beberapa Desa Pakraman Di Bali seperti Desa Tenganan Di Karangasem, Desa Terunyan Di Kintamani Bangli , Desa Sukawana Di Kintamani Bangli , dan Desa Pengotan di Bangli serta masih Banyak desa-desa lainnya.
Perbedaan antara Desa ini dengan desa lain di Bali memang tidak terlalu mencolok hanya saja dari segi tradisi biasanya masih memegang teguh warisan leluhurnya seperti:
- Jro Kubayan yang disebut Paduluan desa dibantu bawahannya jro Bau, Jero Guru, dan beberapa saing dulu masing- masing dua orang yang bertugas sebagai pengenter, sebagai pemimpin tertinggi agama hindu Desa Bali Aga. Ada 2 (dua) Jro Kubayan yaitu Kubayan Kiwa dan Kubayan Mucuk yang merupakan panutan bagi umat untuk melakukan pujawali atau piodalan. Selain itu juga, Jro Kubayan juga dapat memerintahkan atau melarang segala sesuatu yang dilakukan oleh desa adat. Sehingga dapat juga dikatakan bahwa Jro Kubayan merupakan pemimpin tertinggi adat di Desa Bali Aga. Dalam pujawali atau piodalan yang ada pun harus dipimpin oleh Jro Kubayan, tanpa dipimpin oleh Jro Kubayan maka upacara tersebut tidak bisa dilaksanakan. Apabila Jro Kubayan meninggal Dunia maka akan dilakukan Upacara khusus keagamaan. Hal ini sangat berbeda dengan Hindu Bali yang bukan Bali Aga yang tidak mengenal Jro Kubayan, tetapi kalau di Tempat lain pemimpin upacara tentunya memakai Pinanditha atau Ida Pedanda dari keturunan Dayu atau Ida Bagus. Tetapi kalau di Desa Bali Aga, Pinanditha dilarang (diminimalkan) sama sekali untuk memimpin upacara disana.( jumlah paduluan desa beda-beda disetiap desa Bali Aga)
- Puja Sana, sebagai mantra pemujaan. Puja sana ini tidak seperti mantra Hindu yang menggunakan bahasa Sanserkertha, tetapi puja sana lebih menggunakan bahasa sehari-hari dengan disertai rasa iman yang tinggi kepada Ida Bhatara.
- Penjor, sebagai simbolis pemujaan di Desa Bali Aga tidak dihias dengan apa-apa. Cukup dengan memajang hasil potongan pertama dari asalnya yang kemudian segera dipasang di Pura. Hal ini sangatlah berbeda penjor di Bali lainnya diman penjortersebut harus dihias dan diisi berbagia macam jenis buah dan hasil pertanian ( biasanya saat ini hanya dalam upacara khusus)
- Dan biasanya ngaben tidak dibakar melainkan menggunakan tradisi mereka yang disebut Bea tanem.
Disamping beberapa desa Bali Aga diatas yang masih memegang teguh budaya Leluhur ada juga Desa yang sudah setengah setengah Bali Aga Dan Bali Majapahit Seperti Desa Pekraman Langkan istilah jero Kubayan dan peduluan desa disini masih ajeg namun di samping itu upacara biasa dipuput sulinggih.
Kehidupan Hindu Bali memiliki sejarah perkembangan yang cukup panjang. Keyakinan orangBali Aga juga dipengaruhi oleh Mpu yang datang ke Bali. Tetapi setelah masuknya Hindu Majapahit ke Bali, orang Bali Aga mempertahankan keyakinannya. Keyakinan ini berkembang di daerah pegunungan sehingga menimbulkan perbedaan antara Hindu Bali Aga yang sulit terpengaruh agama Hindu majapahit dan masyakat Bali pesisir yang banyak menyerap ajaran agama hindu dari majapahit. Perbedaan itulah yang menjadikan Bali mempunyai karakter tersendiri.
Jadi hendaknya masyarakat bali sekarang kembali untuk sadar sebagai orang Bali dengan melihat sejarah agar karakter orang Bali yang ramah dan sesuai dengan filosofi ke-hindubali-annya menjadi ajeg dan tidak terkikis oleh jaman. Bali bisa berubah jika masyarakat Bali kehilangan jati diri dan tradisi. Untuk itu, kini dipentingkan adanya “pemberontakan” kembali dari Bali Aga untuk mengembalikan Bali yang hilang.
(Wiyana)-Diambil dari beberapa sumber
No comments:
Post a Comment