Sebelum Sembahyang, Wajib Malukat di Pancoran Nawa Sanga
Balibangol news, BANGLI,- Dari 15 pancoran suci di tebing jaba Pura Tirta Sudamala, beberapa di antaranya bersumber langsung dari tiga air kelebutan, masing-masing Kelebutan Toya Bulan (tempat berstananya Julit Putih), Kelebutan Toya Langse (stana Sang Hayang Taksu), dan Kele-butan Toya Penyeseh.
Bukan hanya kawasan pantai-pantai eksotik dan objek wisata favorit lainnya yang diserbu pengunjung untuk rekreasi Tahun Baru 2016, Jumat (1/1). Lokasi pemandian berisi 15 pancoran suci di jaba Pura Tirta Sudamala, Banjar Sedit, Desa Pakraman Bebalang, Kecamatan Bangli juga ramai diserbu warga dari berbagai pelosok untuk ritual malukat. Bagi yang sembahyang di pura Tirta Sudamala, mereka lebih dulu harus malukat di Pancoran dewata Nawa Sanga.
Pantauan NusaBali di lokasi, Jumat kemarin, warga dari berbagai pelosok yang didominasi krama Bali, berdatangan ke lokasi pancoran suci jaba Pura Tirta Sudamala, Desa Bakraman Bebalang, sejak pagi pukul 07.00 Wita. Mereka datang secara bergelombang, hingga jumlahnya mencapai ribuan orang sampai sore hari.
Lokasi pancuran suci Pura Tirta Sudamala ini berjarak sekitar 2 kilometer arah barat dari Jalur Utama Gianyar-Bangli kawasan Desa Bebalang. Pertigaan menuju lokasi pancoran suci berjarak sekitar 1 kilometer sebelah selatan pusat Kota Bangli.
Untuk mencapai lokasi pancoran suci jaba Pura Tirta Sudamala yang berlokasi di tebing Tukad Sangsang, pengunjung haus menyusuri jalan persawahan kawasan Banjar Sedit.
Habis melawati jalan persawahan, barulah mengikuti jalanan utama ke lokasi pancoran suci Pura Tirta Sudamala. Jalan utama ini merupakan jalanan pinggir tebing berbetoni di sela puluhan anak tangga.
Sejumlah prajuru adat dan prajuru Pura Tirta Sudamala berada di lokasi untuk memandu dan memantau pengunjung dari berbagai pelosok Bali, Jumat kemarin. Termasuk di antaranya I Ketut Suartika, salah seorang prajuru Pura Tirta Sudamala, Desa Pakraman Bebalang.
Bagi ppengunjung yang datang dengan sepeda motor, mereka dikenakan retribusi parkir Rp 1.000 per kendaraan. Sedangkan untuk kendaraan roda empat (mobil), dipungut parkir Rp 5.000 per unit. Tidak ada pungutan biaya lainnya. Tapi, prajuru setempat juga menaruh kotak dana punia. “Hanya parkir saja yang dipungut, tidak ada yang lain. Kala ada yang mau berdana punia, itu tergantung kerelaan pengunjung. Namanya saja dana punia,” tutur Ketut Suartika.
Sebagian besar pengunjung yang ditemui NusaBali mengaku mereka sengaja tangil ke pancuran suci jaba Pura Titrta Sudamala untuk ritual malukat (membersihkan kekotoran diri secara niskala). “Mumpung libur, kami sempatkan waktu malukan ke sini (Pancoran Tirta Sudamala),” ungkap I Putu Sumertana, salah seorang pengunjung asal Tabanan.
Menurut Putu Sumertana, dia tangkil ke Pancoran Tirta Sudamala bersama keluarganya. Selama ini, Sumerta bersama keluarganya memang kerap melukat ke tempat-tempat suci seperti pancoran sakral di Pura Tirta Empul, Desa Pakraman Manukaya, Kecamatan Tampaksiring, Gianyar. “Khusus ke Pancoran Tirta Sudamala ini, kami baru pertama kali malukat,” terang Sumertana.
Paparan senada juga disampaikan AA Gede Ardantya Wisnu, krama asal Bangli yang kesehariannya tinggal dan bekerja di Kota Denpasar. Menurut Gung Ardantya, dirinya sering memanfaatkan liburan bersama keliarga dengan matirtayatra sembari malukat. “Apalagi kalau liburaya pas rahina Purnama atau Tilem, kami biasanya matirtayatra,“ beber Gung Ardantya.
Pancoran suci di mana krama datang malukat itu sendiri berada di tebing bagian bawah (jaba) Pura Tirta Sudamala. Di tebing bawah ini berjejer 15 pancoran suci yang terbagi dalam tiga kelompok. Untuk kelompok pertama yang berada di tebing sisi selatan, berisi 9 pancoran dengan airnya yang jernih. Sesuai jumlahnya, kelompok ini disebut Pancoran Dewata Nawa Sanga.
Versi Ketut Suartika, 9 pancoran Dewata Nawa Sanga ini merupakan simbol anugerah dari 9 Dewa sesuai arah mata angin. “Sejak dahulu kala berjumlah 9 pancoran, makanya disebut Pancoran Dewata Nawa Sanga,” jelas Suartika.
Sedangkan 6 pancuran lagi terbagi dua kelompok yang berada di sisi utara. Ini masih dibagi dua kelompok lagi. Pertama, 3 pancoran bersumber langsung dari 3 air kelebutan. Masing-masing, Kelebutan Toya Bulan (yang diyakini sebagai tempat berstananya Julit Putih), Kelebutan Toya Langse atau Panglukatan Teja Angga Sarira (yang diyakini sebagai stananya Sang Hayang Taksu), dan Kelebutan Toya Penyeseh atau disebut Panglukatan Madu Kama. Kedua, 3 pancoran suci yakni Panglukatan Widyadara, Panglukatan Widyadari, dan Panglukatan Tirta Sudamala.
Pengunjung paling awal harus malukat dulu di pancuran 3 Toya Kelebutan ini. Habis itu, mereka bergeser ke selatan untuk mandi suci di 9 Pancoran Dewata Nawa Sanga.
Terakhir, mereka malukat di 3 pancoran suci di sebelahsebelah utaranya, masing-masing disebut Panglukatan Widyadara, Panglukatan Widyadari, dan Panglukatan Tirta Sudamala. Setelah malukat di Pancoran Tirta Sudamala, barulah pamedek boleh sembahyang ke Pura Tirta Sudamala.
Tidak sembarang orang boleh malukat di seluruh 15 pancuran suci ini. Sebab salah satu pancuran yang bersumber dari air kelebutan, yakni Kelebutan Toya Penyeseh, pantang bagi wanita hamil. Kalau wanita hamil nekat melanggar pantangan dengan melakukan Panglukatan Madu Kama di Kelebutan Toya Penyeseh ini, akibatnya bisa fatal.
Pura Tirta Sudamala yang berisi 15 pancoran suci di tebing bawah itu sendiri diempon oleh 45 kepala keluarga (KK) pangarep (penanggung jawab utama). Mereka merupakan bagian dari 100 KK krama Banjar Sedit, Desa Pakraman Bebalang. Piodalan Pura Tirta Sudamala dilaksanakan 6 bulan sekali (210 hari sistem penanggalan Bali) pada Anggara Kliwon Wuku Prangbakat.
Sumber nusabali.com
No comments:
Post a Comment