Desa Adat Bungaya, Kecamatan Bebandem, Karangasem, merupakan salah satu desa adat tertua di Bali. Berbagai tradisi unik ada di desa ini. Salah satu tradisi uniknya adalah Ngusaba Mumu alias Ngusaba Memedi. Seperti apa?
Balibangol news,BUDAYA,- Ngusaba Memedi di Desa Adat Bungaya, Bebandem, Karangasem, rutin digelar setiap tahun sekali pada momen nemonin sasih kapitu, tepatnya pada kajeng kliwon, Rabu (6/1) lalu. Ritual Ngusaba Memedi dimulai pukul 18.00 Wita. Saat itu, sejumlah krama Desa Adat Bungaya berdatangan ke Pura Pemuhunan, tempat digelarnya upacara Ngusaba Memedi. Mereka yang datang ke pura itu sebagian besar kaum perempuan. Sedangkan kaum laki-laki lebih banyak menyiapkan perlengkapan upacara Ngusaba Memedi di rumahnya masing-masing, atau dikenal menyiapkan suratan memedi.
Menurut sejumlah krama Desa Adat Bungaya, persiapan upacara tidak dipersiapkan sejak sore hari. Tergantung tahapan upacara. Misalnya, saat sasih keenam sudah mulai persiapan, seperti mengumpulkan janur, buah-buahan, termasuk enau yang bisa diperoleh di desa setempat. Pagi sebelum puncak upacara, juga ada yang namanya penyagaan. Setiap krama membuat penyagaan, dan dipasang di depan pintu masuk pekarangan rumahnya. Penyagaan ini terbuat dari papah jaka, yang dibuat berdiri, dihiasi berbagai macam jejahitan, dan berisi buah boni. Makna penyagaan ini bahwa masyarakat harus bisa mengekang atau menjaga hawa nafsu serangkaian persiapan puncak Ngusaba Memedi yang digelar malam hari.
“Penyagaan ini sampai setengah hari saja. Setelah itu dibongkar. Sesuai kepercayaan, segala perlengkapan penyagaan dipasang di sawah, agar terhindar dari petaka,” ujar Saba Kerta Desa Adat Bungaya, I Gede Krisna Adi Widana. Sore harinya, baru kembali dilanjutkan upacara Ngusaba Memedi. Misalnya sembahyang di Pura Pemuhunan. Sekadar diketahui, tak terdapat pelinggih khusus di pura tersebut. Banten ditempatkan di sebuah tempat yang terbuat dari beton. Ada juga krama yang meletakkan banten di depan tempat dia duduk. “Memang tidak ada pelinggih,” tandas Krisna tanpa menjelaskan lebih rinci maksudnya.
Seraya menunggu proses upacara di Pura Pemuhunan, kaum laki-laki atau warga lainnya, sibuk menyiapkan suratan memedi di rumahnya masing-masing. Suratan memedi terbuat dari daun aba, daun bambu, dan daun pulet. Semuanya diikat menjadi satu, lalu digambari “memedi” dengan pamor atau kapur. Gambarnya berbentuk wong-wongan (orang-orangan). Suratan memedi ini, diletakkan berdiri di depan pintu masuk pekarangan rumah. “Sebelum dibentuk suratan, perlengkapan itu dihaturkan dulu di masing-masing pelinggih, di rumah masing-masing,” beber Krisna seraya mengatakan suratan memedi yang sudah diposisikan di depan rumah itu lalu dibakar setelah selesai upacara di Pura Pemuhunan.
Sebelum upacara di Pura Pemuhunan selesai, masing-masing krama terlihat berada di depan rumah, nongosin suratan memedi itu. Sekitar pukul 22.15, upacara di Pura Pemuhunan selesai. Ditandai suara kulkul. Suara kulkul bertalu-talu, karena ada sebanyak 15 banjar ada di sana. Seiring suara kulkul, warga pun membakar suratan memedi masing-masing. “Setelah dibakar, abu-nya dirangkai sedemikian rupa, membentuk wong-wongan atau dibentuk seperti “memedi”. Lengkap dengan kaki, tangan, rambut, juga ditaburi bunga harum, dan ada sesajennya,” terang Sekretaris Majelis Madya Desa Pakraman (MMDP) Karangasem itu.
Krisna yang juga komisioner KPUD Karangasem mengakui, makna upacara itu untuk mengendalikan diri. Katanya, upacara tersebut mirip perayaan tahun baru saka atau Nyepi. Karena membakar suratan memedi itu, bisa juga diartikan nyomiya buta kala. Dengan digelarnya upacara itu, diharapkan bisa introspeksi diri. Bisa menjaga alam, menjaga diri sendiri supaya tidak berbuat negatif. Tiga hari setelah upacara itu, ada upacara lanjutan yang disebut ngelisin di Pura Desa. “Ngusaba seperti ini, juga ada di Desa Adat Timbrah. Namanya bukan Ngusaba Memedi. Tapi rangkaian upacaranya mirip. Bersamaan dengan upacara di Bungaya, Desa Adat Jungsri juga menggelar upacara yang sama, karena Jungsri termasuk salah satu penyatur Desa Bungaya,” pungkas Krisna.
Sumber-www.baliexpressnews.com
No comments:
Post a Comment