Foto -NusaBali.com - Krama Adat Banjar Langkan, Desa Landih, saat menandatangani kesepakatan damai |
Berakhir sudah gonjang-ganjing kasus kerauhan (kesurupan) massal yang berujung ‘pengusiran’ 10 warga dari 4 kepala keluarga (KK) asal Banjar Langkan, Desa Landih, Kecamatan Bangli ke kantor polisi.
Balibangol news, BANGLI,-Keduabelah pihak yang berseteru, 10 warga terusir akibat dituduh punya ilmu hitam dan Desa Pakraman Langkan, telah tandatangani kesepakatan damai melalui mediasi pamungkas di Mapolres Bangli, Selasa (6/10).Pertemuan mediasi yang diakhiri dengan penandatanganan kesepakatan damai, Selasa kemarin, digelar khusus Tim Penanganan Konflik Sosial Pemkab Bangli. Pertemuan berlangbsung alot selama 3 jam, mulai pagi pukul 10.00 Wita hingga siang pukul 13.00 Wita. Pertemuan dipimpin langsung Penjabat Bupati Bangli Dewa Gede Mahendra Putra selaku Ketua Tim Penanganan Konflik Ssosial, didampingi Kapolres Bangli AKBP Danang Beny Kusprihandono, Dandim 1626 Bangli Letkol Inf Agus Wahyudi Irianto, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bangli Ida Ayu Retnasari, hingga Ketua PHDI Bangli Nyoman Sukra.
Sedangkan 10 warga ‘terusir’ yang dituduh punya ilmu hitam, dalam medsiasi kemarin diwakili tiga orang, yakni I Ketut Adipta, I Nengah Suarta, dan I Wayan Widia. Sebaliknya, pihak Desa Pakraman Langkan menghadirkan 15 prajuru yang dipimpin langsung Bendesa Adat I Wayan Sudarsa, Kepala Dusun (Kadus) Langkan Nyoman Sunarsa, didampingi tokoh masyarakat Negah Darsana, dan sejumlah pamangku.
Dari mediasi kemarin, diambil kesepakatan damai berisi empat poin utama dan di-tandatangani keduabelah pihak. Pertama, keduabelah pihak sama-sama menyesali perbuatannnya dan sepakat untuk berdamai, serta berjanji tidak mengulangi kembali perbuatan mereka.
Poin pertama ini juga memuat empat ketentuan. Salah satunya, pihak Desa Pakraman Langkan harus bersedia menerima kembali 10 warga terusir yang dituduh memiliki ilmu hitam sebagai krama desa, seperti sedia kala. Juga harus menjaga keamanan dan keselamatan 10 warga yang dituduh punya ilmu hitam. Selanjutnya, menjaga keselamatan harta benda, sarana, dan prasarana umum yang ada di Desa Pakraman Langkan. Terakhir, jika perbuatan serupa kembali terjadi, maka yang bersangkutan akan dituntut sesuai perundang-undangan yang berlaku.
Poin kedua, pada intinya keduabelah pihak sepakat untuk menyampaikan kepada masyarakat, baik perorangan maupun kelompok, agar tidak mengulangi perbuatan tersebut. Poin ketiga, jika kelak menerima isu-isu yang tidak jelas, keduabelah pihak agar bersedia menyampaikan kepada prajuru adat dan pada pihak yang berwajib (kepolisian) untuk dikonfirmasi kebenarannya.
Poin keempat, keduabelah pihak sepakat tidak akan melakukan gugatan secara perdata atas segala kerugian materi yang diakibatkan peristiwa tempo hari. Namun, terhadap tindak pidana tindak pidana yang terjadi, keduabelah pihak sepakat menyerahkan sepenuhnua ke penegak hukum.
Sebelum kesepakatan damai ini diambil, Kapolres Bangli AKBP Danang Benny Kuspri-handono sempat bicara keras dalam pertemuan mediasi kemarin. Kapolres Danang Benny bahkan ancam akan penjarakan belasan warga Banjar Langkan, Desa Landih yang telah terbukti melakukan tindakan perusakan hingga penganiayaan terhadap sebagian dari 10 warga terusir.
“Prajuru adat dan para tokoh masyarakat (Banjar Langkan) jangan main-main. Kami minta agar kasus ini diselesaikan secara damai,” ultimatum Kapolres Danang Benny. Dia mengingatkan, kasus ini telah menyita perhatian luas. Kalau sampai tidak bisa diselesaikan sekarang, kesabaran polisi bisa habis. “Sebelum saya digantung oleh pimpinan (Kapolda Bali), saya pastikan bakal gantung kalian terlebih dulu,” ancamnya.
Kapolres Danang Benny menyebutkan, dalam kasus kerauhan 7 daha (gadis perawan) yang berujung diungsikannya 10 warga tertuduh punya ilmu hitam di Banjar Langkan, Desa Landih ini terdapat 5 unsur pelanggaran. Butir pelanggaran dimaksud masing-masing aksi perusakan, pencemaran nama baik, penghilangan hak, penganiaayaan, dan menghalangi aparat mendatangi lokasi kejadian. “Ada 16 nama yang kita kantongi, mereka diduga menjadi provokator sehingga terjadi tindak kekerasan,” sebut Kapolres Danang Benny.
Kapolres Danang Benny pun meminta supaya kasus ini tidak sampai masuk ke ranah konflik. Nantinya, polisi akan intens melakukan patroli ke lapangan setelah proses pemulangan 10 warga tertuduh punya ilmu hitam yang diungsikan ke Mapolsek Bangli sejak peristiwa, 29 September 2015 lalu. Patroli tersebut akan dilakukan polisi untuk memastikan keadaan benar-benar normal kembali.
“Kalau sampai karena kasus ini berujung ke penetapan status daerah konflik (Desa Landih), tentu konsekuensinya bakal ada penjagaan ketat bagi warga setempat dan warga yang hendak datang ke sana. Ke mana-mana, mereka akan terus diawasi petugas. Jadi, marilah selesaikan kasus ini secara kekeluargaan, jangan sampai masuk ke ranah hukum,” warningnya.
Peringatan senada juga disampaikan Pejabat Bupati sekaligus Ketua Tim Penanganan Konflik Sosial Pemkab Bangli, Dewa Mahendra. Pihaknya sangat prihatin dan menyayangkan berlarut-larutnya kasus di Banjar Langkan, Desa Landih ini. Maka, dengan adanya kesepakatan damai melalui mediasi pamungkas kemarin, pihaknya berharap tidak terulang lagi kasus serupa di kemudian hari. “Untuk penyelesaian persoalan ini, hanya dibutuhkan niat baik,” ujar birokrat asal Singaraja, Buleleng ini.
Dia menegaskan, dengan lahirnya kesepakatan damai berisi empat poin pokok, diharapkan bisa menjamin keselamatan 10 warga ‘terusir’ dari 4 KK yang dituding punya ilmu hitam. Kesepakatan damai ini juga penting untuk mencegah terjadinya konflik.
Sementara itu, Ketua PHDI Bangli Nyoman Sukra mengingatkan masyarakat jangan begitu saja percaya begitu saja dengan apa yang disampaikan dalam peristiwa kerauhan. Menurut Nyoman Sukra, tidak ada namanya kerauhan di jalan sampai menunjuk-nunjuk orang, sebagaimana terjadi di Banjar Langkan, Desa Landih.
“Kerauhan itu seharusnya terjadi di areal pura saat ada upacara. Orang kerauhan biasanya menyebut adanya kurang aci atau bebantenan demi keseimbangan alam,” ujar Sukra. Dia menyentil akar persoalan kerauhan massal 7 daha di Banjar Langkan, 7 September 2015 lalu, yang disertai aksi menunjuk-nunjuk dan mendatangi rumah warga yang dituding punya ilmu hitam.
Menurut Sukra, orang kerauhan bisa diuji kebenarannya dengan jalan menyulut pakai api dupa atau bara api dari kloping nyuh gading. Bisa juga diganti dengan menggunakan air. Kalau memang tidak basah saat dicelupkan ke air, itu baru baru kerahuhan Ida Batara. “Kerahuhan juga bisa terjadi karena kerasukan Bhutha Kala atau makhluk gaib yang notabene derajatnya lebih rendah dari manusia,” tandas Sukra.(sumber-nusabali.com)
No comments:
Post a Comment