Meski berbeda keyakinan, namun umat Hindu dan Islam di Banjar Bukit Tabuan tampak seperti saudara.
Mereka tak pernah berselisih. Warga hidup berdampingan di wilayah yang ada di atas Pegunungan Seraya.
Kerukunan antar umat beragama ini dipersatukan prasasti yang diyakini sakral.
Umat muslim di Banjar Bukit Tabuan telah ada sejak abad 16 Masehi.
Saat itu mereka dipindahkan Raja Karangasem Anak Agung Ngurah Karangasem dari Yeh Kali menuju Pegunungan Seraya.
Sejak saat itu, tali persaudaraan antar sesama terjalin.
Seperti tolong menolong dan saling membantu antar sesama sudah biasa.
“Kemarin saat Safaran dan Galungan, acaranya jadi satu. Kami melakukan acara bersamaan di sekitar prasasti. Namun kami bergantian melaksanakan. Toleransi di sini kental sekali,” kata seorang warga Banjar Bukit Tabuan, Abu Rahman, Minggu (18/10/2015).
Informasi yang dihimpun dari warga Banjar Bukit Tabuan, prasasti yang berada di Pura Bhur Lokha sudah ada sejak para leluhur mengenal salat telu waktu atau sembahyang tiga waktu.
Meraka datang membawa sesajen menggelar ritual di sekitar prasasti tersebut.
Ritual itu dilaksanakan sebelum dan sesudah mengelar panen raya dan mengucapkan rasa syukur.
"Kerukunan ini sudah terjadi sebelum kami ada. Sampai sekarang hingga ke depannya toleransi akan kami junjung,” jelas Mahyudin.
Bendesa Adat Seraya, I Nyoman Matal mengaku ikatan persaudaraan umat Hindu dan Islam di Banjar Bukit Tabuan telah terjalin sejak dulu.
Tali persaudaraan itu diikat sebuah prasasti yang merupakan warisan leluhur.
Ia menambahkan, umat Hindu dan Islam di Bukit Tabuan terkadang menyampaikan rasa syukur di prasasti peninggalan leluhurnya. (sumber)
No comments:
Post a Comment