Balibangol news, Denpasar. Pasamuhan Sabha Pandita 9 April untuk membahas “Kawasan Suci Teluk Benoa’’ sudah makin dekat. Dibalik wacana kuat Sabha Pandita Parisada untuk menetapkan Teluk Benoa sebagai Kawasan Suci, ada informasi bahwa diam-diam Tim 9 melobi Sabha Pandita untuk mengajak mendukung reklamasi Teluk Benoa.
Rekomendasi Sabha Walaka yang diputuskan melalui Pasamuhan serta mendengar narasumber ahli konon ikut dimasalahkan. Informasi tersebut menjadi kasak-kusuk kalangan pengurus Parisada, baik Sulinggih maupun Walaka, hingga timbul dugaan, ‘’Rekomendasi Tim 9’’ yang tidak dibeberkan kepada pers walaupun Tim 9 menggelar jumpa pers, kemungkinan cenderung pro-reklamasi.
Kalau tidak pro-reklamasi, untuk apa masih ada Sulinggih Tim 9 melakukan lobi-lobi untuk mempengaruhi Sabha Pandita, agar mendukung reklamasi Teluk Benoa?
Upaya untuk mempengaruhi Sabha Pandita yang ‘’kencang’’ menyuarakan pentingnya menetapkan Teluk Benoa sebagai Kawasan Suci, juga berlangsung.
Wakil Dharma Adhyaksa Bidang Pujastawa, Ida Mpu Siwa Budha Dhaksa Dharmita, salah seorang yang lugas bersuara ‘’Kawasan Suci Teluk Benoa’’, termasuk yang berkali-kali mendapat iming-iming.
Dalam ‘’Paruman Sabha Walaka dengan Pemangku, Pengempon Pura dan Bendesa Adat di sekitar Kawasan Teluk Benoa maupun pesisir Bali, 31 Maret lalu, Ida Mpu dari Griya Sukawati itu terang-terangan mengungkap, bahwa dirinya didatangi seseorang yang membawa amplop, sebelum Pasamuhan Sabha Pandita di Jakarta maupun setelah sampai di Bali paska Pasamuhan.
‘’Saya tidak malu punya Griya sederhana, dibanding kalau hidup mewah dari materi yang tidak satwik, dan saya kembalikan pemberian itu,’’ kata Pandita, seperti dituturkan kepada Ketua Sabha Walaka Parisada, Putu Wirata Dwikora.
Terkait isu adanya upaya untuk mempengaruhi Sabha Pandita dengan ‘’jebakan-jebakan punia’’, Ida Mpu Siwa Budha membeberkan, bahwa beberapa hari lalu ada seseorang yang mengaku mau menyumbang untuk membangun Griya senilai Rp 1 miliar. Orang itu mau melakukan pengukuran untuk merencanakan pembangunan, namun Ida Pandita menolak. Memang, orang itu tidak menyebut dirinya mewakili siapa, selain menyatakan mau mapunia dan mendukung tugas suci beliau sebagai Sulinggih.
‘’Kenapa tiba-tiba ada yang mau mepunia sebanyak itu, ketika saya mengapresiasi kajian para ahli serta usulan Sabha Walaka, serta sepakat bahwa Teluk Benoa adalah Kawasan Suci?” imbuh Ida Pandita.
Menanggapi berbagai isu miring tersebut, Putu Wirata menyatakan, sah saja setiap pihak berusaha menggolkan gagasan yang didukungnya.
‘’Untuk Tim 9, biarlah Dharma Adhyaksa yang menanggapi. Tapi, khusus menyangkut tugas kami Sabha Walaka adalah melaksanakan apa yang diamanatkan AD-ART Parisada. Dalam pasal 15 ayat 1 jelas tercantum, bahwa Fungsi Sabha Walaka adalah mendampingi Sabha Pandita dan memberi pertimbangan kepada Pengurus Harian. Karenanya, Sabha Walaka wajib ikut dan menjelaskan di forum Pasamuhan Sabha Pandita, dan tidak tepat kalau Pasamuhan Sabha Pandita disterilkan dari kehadiran Sabha Walaka. Seakan-akan Sabha Walaka itu masalah dan melanggar AD-ART kalau berada di ruang Pasamuhan Sabha Pandita. Kehadirannya adalah untuk mendampingi, tentu untuk menjelaskan apa yang dikerjakan sesuai tugasnya. Hanya saja, ketika mengambil Keputusan sepenuhnya Sabha Pandita yang berwenang,’’ ungkap Putu Wirata Dwikora.
Terhadap upaya mempengaruhi Sabha Pandita, seakan-akan Sabha Walaka menyalahi AD-ART karena melibatkan narasumber dalam proses Pasamuhan, Putu Wirata merujuk pada kelaziman lembaga-lembaga Negara dalam mengambil keputusan. DPR RI, DPD RI, DPRD di Provinsi sereta Kabupaten/kota maupun Pemerintah, selalu punya Tim Ahli, sebagai Penasihat.
Tim Ahli masih bisa mengundang narasumber lebih ahli lagi untuk memberikan pertimbangan untuk masalah-masalah tertentu. Begitu pula Sabha Walaka dan Sabha Pandita, tidak salah kalau mengundang narasumber ahli yang menguasai bidang tertentu.
Lagi pula, imbuh Putu Wirata,‘’Kalau dirujuk di Anggaran Dasar Parisada, ada pasal 14 yang bisa jadi rujukan dalam pengambilan keputusan,’’ katanya, sambal menyebut isi pasal yang berbunyi:
Dalam melaksanakan wewenangnya, Sabha Pandita senantiasa menggunakan Agama Pramana, Anumana Pramana dan Pratyaksa Pramana serta berpegang teguh kepada sumber hukum Hindu, yaitu:
a. Sruti (Veda);
b. Smerti (Dharmasastra);
c. Sila (suri tauladan orang suci);
d. Acara (tradisi yang baik);
e. Atmanastusti (kesepahaman dan keheningan hati).
‘’Narasumber yang menguasai bidang tertentu yang sangat dibutuhkan oleh Parisada sebelum mengambil Keputusan, apakah bukannya justru dianjurkan dan diwajibkan dalam pasal 14 Anggaran Dasar?’’ lanjut Putu Wirata.
Beberapa tokoh masyarakat dan spiritual umat Hindu mengharapkan, Pasamuhan Sabha Panddita berlangung dengan baik, sesuai dengan mekanisme dan tradisi bersidang para wiku. Dharma Adhyaksa diharapkan memimpin sidang dengan baik, jangan sampai ada Anggota Sabha Pandita memonopoli waktu untuk bicara, karena hasilnya dipastikan tidak baik kalau tidak ada keadilan berbagi waktu untuk memberikan masukan.
Hal itu dinyatakan Wayan Pasek Sukayasa, SH, Ketua Parisada Badung, Made Suryawan dari Forum Studi Majapahit, Agung Suryawan Wiranatha dari Parasparos, Prof. Dr. Ketut Rahyuda yang akademisi UNUD, Gusti Kade Sutawa selaku Ketua Suka Duka Pekerja Hindu.
‘’Kali ini, Pasamuhan Sabha Pandita jangan lagi gagal mengambil Keputusan, karena apa yang diberikan kalangan cendekiawan serta dikerjakan Sabha Walaka, sudah sangat memadai. Kami yang mengamati dari luar, yakin apa yang dikerjakan Sabha Walaka sudah sangat memadai untuk membuat Keputusan Sabha Pandita. Teluk Benoa itu Kawasan Suci, berdasarkan Bhisama Parisada, norma dan filosofi Hindu seperti Sad Kertih, norma hukum seperti dalam Perda Tata Ruang Prov. Bali dan Kabupaten Badung, maupun di Perpres 45/2011,’’ sambungnya.
sumber-http://www.beritabali.com/read/2016/04/07/201604070001/Tolak-Reklamasi-Ida-Mpu-Siwa-Tolak-Sumbangan-Rp-1-Miliar.html
No comments:
Post a Comment