Balibangol news, BANGLI,- Dong Supir (90 tahun) duduk di tangga gubuknya yang hampir rubuh di Banjar Dinas Mampeh, Desa Kayubihi, Kecamatan Bangli. Ia membutuhkan bantuan dermawan untuk merehabilitasi gubuknya.
Setiap harinya, Ni Nyoman Supir duduk menyilangkan kaki di bale daje tempatnya berteduh.
Dua anjing peliharaannya terus menggonggong, namun tak sedikit pun memengaruhi aktivitasnya me-nyebit (membelah) potongan bambu untuk dijadikan katik sate.
Dong Supir rupanya masih belum menyadari ketikanitu ada tamu yang datang menghampirinaya.
Matanya terfokus pada bambu dan pisau pengiris yang dipegangnya.
Satu persatu potongan bambu itu diirisnya menipis.
Sampai segenggam, wanita renta yang tinggal di Banjar Dinas Mampeh, Desa Kayubihi, Kecamatan Bangli, Bali ini langsung menjemurnya ke luar.
Nyari siapa? Tanya Dong Supir dalam bahasa Bali
Langkahnya ringkih perlahan menuruni tiga anak tangga rumah kesayangannya.
Ia lalu mendekat sembari melontarkan pertanyaan yang sama.
Berkali-kali dijawab, Dong Supir belum bisa mendengar.
Sampai satu keluarganya datang lalu menjelaskan.
" (maaf, nenek sudah tidak bisa mendengar dengan jelas)," ucap Ni Nyoman Subur (45).
Subur lalu berbicara dengan nada yang keras di dekat telinga Dong Supir.
Setelah berkali kali ia bertanya barulah ia mendengarnya setelah Subur berbicara keras di dekat telinganya, kemudian disuruhlah untuk beristirahat.
Namun nenek yang diperkirakan berumur 90 tahun ini menolak.
Ia justru memilih kembali mengambil potongan bambu dan mulai menyebit yang sejurus kemudian mengirisnya.
Kendati jemarinya gemetar, perlahan satu persatu katik sate berhasil ia buat.
Dong Supir tinggal tak sendiri.
Rumahnya tepat di tepi jalan raya sarat lalu lintas.
Jika ditempuh dari arah objek wisata Pengelipuran, jaraknya sekitar dua kilometer ke arah utara di sebelah kanan jalan.
Ada empat bangunan di pekarangan rumah Dong Supir.
Tiga di antaranya sudah ditempati anggota keluarganya.
Dong Supir memilih tinggal di bale daje.
Ia tidak mau pindah ke rumah lainnya.
Dong Supir, kata Subur, begitu menyayangi gubuknya itu.
Bale daje yang menjadi tempatnya berteduh berukuran 10×6 meter.
Di sana tempatnya tidur, tempatnya bekerja, juga tempatnya memasak.
Atap dibuatnya dari bambu kering yang sebagian besar sudah rapuh dimakan rayap.
Ada yang miring ke kanan, ada yang ke kiri, ada juga yang masih menggelantung.
"Yen ujan kisidan tiang ke bale delod (kalau hujan, saya pindahkan ke bale dalod)," kata Subur bercerita.
Bale daje itu juga tidak bertembok.
Untuk menahan dinginnya hembusan angin, di bagian depan dan samping, ia memakai potongan papan dan terpal.
Masing-masing bidang papan dan terpal itu diikat satu sama lain.
Namun pemandangan yang berbeda terlihat di bagian belakang.
Tiada papan, bambu ataupun terpal yang menutupi.
Bale daje itu tetap tak sanggup menahan air hujan dan sengatan matahari.
Di sanalah berpuluh-puluh tahun wanita tua yang tidak memiliki keturunan ini bersandar, merebahkan tubuhnya setelah seharian bergelut dengan rutinitas menyebit bambu.
Dikutif dari beberapa sumber
No comments:
Post a Comment