BARONG ADALAH SALAH SATU POTRET KESENIAN MAYARAKAT USING YANG (SEMOGA) TAK PERNAH LEKANG OLEH WAKTU
Barong Kemiren
Balibangol- Indonesia memang sangat kaya akan keunikan budaya masyarakatnya meskipun saat ini telah banyak di gerus waktu, perubahan prilaku manusia yang semakin moderen, di nusantara ini yang terkenal dengan barongnya adalah Bali.
Di belahan bangsa-bangsa IndoCina barong menjadi salah satu simbol budaya tradisi masyarakatnya. Masyarkat Tionghoa menganggap barong adalah bentuk perwujudan dari hewan naga mistis. Sedangkan di Indonesia, Barong yang menjadi sangat populer adalah barong yang berasal dari Bali, dimana tokoh Barong terdapat dalam eksorsisme dalam berbagai bentuk yang mengandung unsur-unsur lokal, pra hindu, dan Hindu Jawa (Belo 1949, Covvarubbias 1972 dalam Beatty, 2001:85). Barong Bali menggambarkan kedewataan, Dewa Ayu. Lawannya adalah tukang sihir, Rangga yang dikaitkan dengan dengan mitologi Durga, dewi kematian. Di samping itu barong Bali juga memiliki variasi lain dalam hal pemaknaan yaitu barong yang lebih kasar dan menyerupai sosok kuda, gajah dan bahkan manusia raksasa yang kerap kali dihubungkan dengan pemujaan roh-roh lokal.
Khusus untuk barong yang berkembang di Jawa, sejarahanya bermula pada masa paling awal. Menurut Pigeud menemukan tokoh-tokoh analog dalam ikonografi abad keempat belas Hindu Jawa dan menunjukkan bahwa mereka memiliki kesamaan dalam nenek moyang, yakni gambaran kedewataan maupun kejahatan dalam sejarah ritual dan mite. Akan tetapi, barong di Jawa masa kini tidak menujukkan persamaan dengan sandiwara suci Dewa Ayu. Mereka mewujud dalam berbagai kisah dan tampak luar, sekurang-kurangnya , dekat dengan konsepsi roh barong yang lebih jahat. Hanya dalam reyog Ponorogo, Barong Jawa tampil sebagai karakter dalam drama sejarah berskala penuh (Mahmudi 1969, Pigeud:186 dalam Beatty, 2001:85)
Barong di Banyuwangi
Sedangkan di Banyuwangi, kesenian barong sangat populer di kalangan masyarakat Suku Using. Secara fisik wujud Barong di Banyuwangi sangat menonjol sehingga sangat mudah dibedakan. Barong di Banyuwangi memiliki sayap berjumlah empat dengan mahkota dan jamang di bagian kepalanya. Sama seperti Barong Bali, Barong Banyuwangi ditarikan oleh dua yang terdiri di bagian depan bagian kepala dan bagian ekor, sehingga barong diasosikan sebagai hewan berkaki empat. Masyarakat di Desa Kemiren Banyuwangi barong diasosisikan sebagai kupu-kupu. Di Banyuwangi, terdapat beberapa beberapa grup kesenian barong yaitu Barong dari Kemiren, Barong dari Dusun Banjar, Barong dari Gumuk Batur, Barong dari Dusun Kampung anyar, Barong dari Dusun Mandaluko, Barong dari dusun Jambesari, Barong dari Dusun Kluncing Pakel, Barong dari Sumber Watu Tamansari, Barong dari Dusun Mangli Jambesari dan Barong dari Dusun Beran, Pakis (Majalah Seblang, edisi III. 2006) Dari sekian kelompok seni tradisi yang tersebar di Banyuwangi, Barong dari desa Kemiren lah yang hingga saat ini masih tetap eksis dan masih tetap menjaga pakem yang diwariskan secara turun temurun. Jika diperhatikan kesenian barong di Banyuwangi tercipta karakter yang kuat akibat hibridasi peleburan budaya di sekitarnya. Hal itu terlihat dari adanya pengaruh kekuatan lokal (Using) dan juga pengaruh kekauatan luar (jawa, bali dan Madura).
Barong Kemiren, Warisan yang memegang teguh pakem leluhur
Barong dari Desa Kemiren adalah satu-satunya grup kesenian yang masih tetap eksis di era modern ini. Di Desa Kemiren, Barong berfungsi secara sakral maupun profan. Fungsi secara sakral, barong digunakan sebagai selametan Ider Bumi yaitu selametan bersih desa yang diadakan setiap 2 Syawal dalam kalender Hijriah. Pada ritual ini, barong dan sejumlah perangkatnya diarak keliling kampung sebagai wujud syukur masyarakat desa atas barokah yang melimpah pada kehidupannya selama setahun. Di samping itu, barong juga digunakan pada ritual Tumpeng Sewu pada bulan hijriah, hal yang sama dilakukan yaitu mengarak barong keliling kampung dengan tujuan seperti pada ritual Ider Bumi. Sedangkan secara profan, barong Kemiren difungsikan sebagai sarana hiburan pada acara hajatan pernikahan dan khitanan. Pada konteks profan inilah barong bertransisi menjadi hiburan yang syarat dengan tuntunan hidup pada lakon yang dikisahkannya, namun unsur spiritual magis masih berperan dalam pertunjukkannya.
Pada Pertunjukannya, Barong Kemiren menampilkan teater rakyat seperti pada umumnya teater rakyat yang berkembang di jawa yaitu ketoprak, ludruk dan teater rakyat di Banyuwangi seperti Damarwulan (Janger). Dialog yang digunakan pada saat membawakan cerita menggunakan bahasa Using dan Jawa, pada adegan tertentu bahkan menggunakan bahasa Madura, walaupun tidak dominan. Tata panggung juga hampir mirip dengan kesenian teater Damarwulan (Janger), namun dengan ukuran lebih kecil dengan menggunakan dekorasi gapura berlukiskan tokoh barong dan untuk mendukung alur cerita juga digunakan setting lukisan sebagai latar belakang sesuai dengan alur cerita yang dibawakan. Perangkat musik yang megiringi lebih cenderung mirip pada gamelan jawa timuran, yaitu gambang, boning, slenthem, gong dan kendang, serta kecrek sebagai unsur tambahan yang menjadi ciri khas iringan musik barong. Uniknya, seluruh pemain Barong Kemiren adalah kaum pria, tak ada satupun kaum wanita. Peran wanita pada pertunjukkanya diperankan oleh pria tulen yang berdandan selayaknya wanita dan kaum transgender sebagai pemeran sentral tokoh wanita seperti peran Ja’ripah.
Kesenian Barong Kemiren dipimpin oleh Bapak Sapi’i selain sebagai pawang dan pewaris dari keturunan sebelumnya. “Tresno Budoyo” adalah nama grup kesenian yang diikuti oleh beberapa pemain dari masyarakat Desa Kemiren sendiri. Kesenian yang beranggotakan 30 pemain ini merupakan kesenian teater rakyat yang mengangkat kisah kehidupan masyarakat desa dengan ciri khas kehidupan agraris dan religius yang kental. Pada pertunjukannya Barong Kemiren dipentaskan semalam suntuk dimulai sekitar pukul 21.00 hingga berakhir pukul 05.00 dini hari. Pada pertunjukannya, kesenian ini mengkombinasikan antara seni teater, tari, sastra using, musik dan akrobatik dengan nuansa magis yang kuat. Selama pertunjukkannya kisah yang diangkat terdiri dari empat babak, yaitu Barong-barongan (Jakripah dan Sunar Udara), Buto-butoan dan Panji Sumirah, Suwarti dan Lundoyo
Sbr Arsitek Kampung
No comments:
Post a Comment